Putra Satry

Putra Satry
-

Rabu, 05 September 2012


MAKALAH HUKUM TATA NEGARA MAHKAMAH KONSTITUSI
BAB 1
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar stas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar serta perlu dilembagakannya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrol proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri pada prinsip, The Rule of Majority”.
Karena itu, fungsi-fungsi Judicial Review atas konstitusionalitas Undang-Undang dan proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dan / Wakil Preseiden dikaitkan dengan fungsi MK. Disamping itu juga diperlukan adanya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan yang timbul dan tidak dapat diseleseaikan melalui proses peradilan yang biasa, seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warganegara dalam dinamika system politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945.

B. Tujuan Penulisan
Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara

C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Mahkamah Konstitusi ?
2. Apa saja Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi ?
3. Bagaimana Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Mahkamah Konstitusi ?

D. Sistematika Penulisan
- Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan
penulisan, rumusan masalah, dan sistematika penulisan.
- Bab II merupakan bab Pembahasan yang merupakan esensi dari isi makalah tersebut ini
- Bab III adalah merupakan bab peutup yang berisikan kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MK
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa:
  1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. Permohonan adalah permohonan yang diatur secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai :
    1. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    2. Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    3. Pembubaran partai politik.
    4. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


  1. Kewenangan dan Hak MK
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :

1.Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final untuk:
  • Menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945
  • Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
  • Memutuskan pembubaran partai politik, dan
  • Memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
  • Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945

2. mahkamah Knstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum beruppa pengkhiyanatan terhadap Negara, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Neagra Indonesia Tahunjh 1945.

3.Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :
a. Pengkhianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaiana diatur dalam Undang-Undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pudana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih
d. Perbuatan yang tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan /atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa Mk mempunyai 4 Kewenangan Konstitusional yaitu :

  1. Menguji undang-undang terhadap UUD
  2. Memutuskan sengketa kewenangan antara lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
  3. Memutuskan sengketa hasil pemilu
  4. Memutuskan pembubaran partai politik


Sementara kewajiban Konstitusi MK adalah memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.


Tanpa harus mengecilkan arti kewenangan lainnya dan apalagi tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam makalah singkat ini, maka dari keempat kewenangan dan satu kewajiban konstitusional tersebut, yang dapat dikatakan paling banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas Konstitusionalitas.

  1. Tanggung Jawab dan akuntabilitas MK

Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organoisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.
Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai :
  • Permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputuskan.
  • Pengelolaan keuangan dan tugas administrasi Negara lainnya.
Laporan sebagaimana dimaksud diatas dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.


Hakim Konstitusi

Hakim Konstitusi harus mempunyai syarat sebagai berikut :
  1. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
  2. Adil, dan
  3. Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat diantaranya :
  1. Warga Negara Indonesia
  2. Berpendidikan sarjana hukum
  3. Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan
  4. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang lebih memperoleh kekuatan hukum tetap karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih ;
  5. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan ; dan
  6. Mempunyai pengalaman kerja dibidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun

Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh
Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung. 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat , dan tiga orang oleh Presiden.

Masa jabatan Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.


Hakim Konstitusi Periode 2003-2008 adalah :
1. Jimly Asshiddiqie
2. Mohammad Laela Marzuki
3. Abdul Muktie Fadjar
4. Achmad Roestandi
5. H.A.S. Natabaya
6. Harjono
7. I Dewa Gede Palguna
8. Maruarar Siahaan
9. Soedarsono

Sejarah MK

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24C, dan pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ssetelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sebagaimana diatur dalam pasal III aturan peralihan UUD 1945 hasil perubahan Keempat.

DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tantang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam , DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi pada 13 agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi diistana Negara pada tanggal 16 agustus 2003.

Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof. dr . jimli Asshiddiqie SH. Guru Besar hukum tata Negara Unoversitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antara anggota hukum Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

Perbandingan MK dengan Negara lain
Sejarah pengujian (judicial review) dapat dikatakan dimulai sejak kasus Marbury versus Madison ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat yang dipimpin oleh Marsall pada tahun 1803. sejak itu, ide penguji UU menjadi popular dan secara luas didiskusikan dimana-mana. Ide ini juga mempengaruhi sehingga “ The Fouding Fathers “ Indonesi dalam siding BPUPKI tanggal 15 juli 1945 mendiskusikannya secara mendalam.
Muhammad Yamin yang pertama sekali mengusulkan agar Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk “ …membandingkan UU…” demikian setelah itu. Akan tetapi ide ini ditolak oleh Soepomo karena dinilai tidak sesuai dengan paradigma yang telah disepakati dalam rangka penyusunan UUD 1945, yaitu bahwa UUD Indonesia menganut system supremasi MPR dan tidak menganut ajaran “ trias politica “, sehingga tidak memungkinkan ide pengujian UU dapat diadopsikan kedalam UUD 1945.
Namun sekarang setelah UUD 1945 mengalami perubahan 4 kali paradigma pemikiran yang terkandung didalamnya jelas sudah berubah secara mendasar. Sekarang, UUD 1945 tidak lagi mengenal prinsip supremasi parlemen seperti sebelumnya, jika sebelumnya MPR dianggap sebagai pelaku kedaulatan rakyat sepenhnya dan sebagai penjelmaan seluruh rakyat yang mempunyai kedudukan tertinggi dan dengan kekuasaan yang tidak terbatas, maka sekarang setelah perubahan keempat UUD 1945, MPR itu bukan lagi lembaga satu-satunya sebagai pelaku kedaulatan rakyat. Karena Presiden dan/ atau Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat maka disamping MPR, DPR, dan DPD sebagai pelaku kedaulatan rakyat dibidang legislative.
Bahkan seperti itu juga terjadi disemua Negara-negara lain yang sebelumnya menganut system supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi Negara demokrasi, fungsi pengujian UU ditambah fungsi-fungsi lainnya itu selalu dilembagakan kedalam fungsi lembaga Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri diluar Mahkamah Agung. Kecenderungan seperti ini dapat dilihat disemua Negara eks komunis yang sebelumnya menganut prinsip supremasi parlemen lalu kemudian berubah menjadi demokrasi, selalu membentuk MK yang berdiri sensiri diluar MA
Ada beberapa jenis lembaga Mahkamah Konstitusi yang berbeda dari Negara yang satu dengan yang lainnya. Seperti nagara Venezuela dimana Mahkamah Konstitusinya berada dalam Mahkamah Agung. Ada pula Negara yang tidak membentuk lembaganya sendiri, melainkan menganggapnya cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu fungsi tambahan dari fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan semua Negara yang dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga.
Akan tetapi, sampai sekarang diseluruh dunia terdapat 78 negara yang melembagakan bentuk-bentuk organ konstitusi ini sebagai lembagatersendiri diluar lembaga Mahkamah Agung. Negara pertama yang tercatat mempelopori pembentukan lembaga baru ini adalah Austria tahun 1920, dan terakhir adalah Thailand tahun 1998 dan selanjutnya Indonesia yang menjadi Negara ke-78 yang membentuk lembaga baru ini diluar Mahkamah Agung.
Namun, diantara ke-78 negara itu tidak semua menyebutkan dengan Mahkamah Konstitusi. Negara-Negara yang dipengaruhi oleh Prancis menyebutnya Dewan Konstitusi, sementara Belgia menyebutnya Arbitrase Konstitusional. Orang-orang Prancis cenderung demikian , karena lembaga ini tidak menganggap sebagai peradilan dalam arti Lazim. Karena itu para anggotanya tidak disebut Hakim. Terlepas dari perbedaan ini, yang jelas di 78 negara itu, Mahkamah Konstitusi dilembagakan tersendiri diluar Mahkamah Agung.

Kedua nilai ini perlu dipisahkan karena pada hakikatnya keduanya memang berbeda. Mahkamah Agung lebih merupakan “ Pengadilan Keadilan “ Sedangkan Mahkamah Konstitusi l;ebih berkenaan dengan “ Lembaga Peradilan Hukum“. Memang tidak dapat dibedakan seratus persen dan mutlak sebagai “ Court of Justice versus Court of Law “ yang sering didiskusikan sebelimnya .

DPR dan pemerintah membuat rancangan Undang-Undang tentang Mahkamh Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam kemudian menyetujui Undang-Undang tersebut, ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama Guu Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia terpilih dalam rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003 dan menjadi orang pertama dalam Mahkamah Konstitusi.

Awalnya semua kegiatan diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi sehingga Mahkamah Agung dapat berkonsentrasi menangani perkara-perkara yang diharapkan dapat mewujudkan suatu rasa keadilan bagi setiap warga negaranya. Akan tetapi, Nyatanya UUDE 1945 tetap memberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan dibawah UU kepada Mahkamah Agung. Dipihak lain, Mahkamah Konstitusi diberi tugas dan kewajiban memutuskan dan membuktikan unsur-unsur kesalahan dan tanggung jawab Pidana Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang menurut pendapat DPR telah melakukan pelanggaran hukum menurut UUD

seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warganegara dalam dinamika system politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian sengketa atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik juga dikaitkan dengan kewenangan, melainkan menganggapnya cukup mengaitkan fungsi mahkamah ini sebagai salah satu fungsi tambahan dari fungsi Mahkamah Agung yang telah ada. Amerika serikat dan semua Negara yang dipengaruhinya menganut pandangan seperti ini juga.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Salah satu produk informasi ketatanegaraan yang kita bangun setelah perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat (2002), UUD 1945 adalah dibentuknya MK yang kedudukannya sederajat dengan dan diluar Mahkamah Agung (MA). MK dibentuk dengan maksud mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai Hukum tertinggi (the supreme law of the land ) benar-benar dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.


    1. Saran

Berdasarkan hal tersebut diatas sudahlah pasti Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu Mahkamah yang paling tinggi bersama Mahkamah Agung , Mahkamah Agung hanya memperhubungkan dengan Undang-Undang, dan Peraturan Daerah, sedangkan Mahkamah Konstitusi (Judicial review) menempatkan UUD 1945, Undang-undang, yang mengkaji Undang-undang dengan UUD 1945. Agar maksud tersebut bisa dicanangkan maka hendaklah pemerintah seperti Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak melakukan hal-hal yang membuat kesalahan yang tidak bertanggung jawab karena Mahkamah Konstitusi akan menindak tegasnya.

Senin, 11 Juli 2011

JUDUL SKRIPSI HUKUM

Judul Skripsi Fakultas Hukum
Hmmm… bagi kawan-kawan mahasiswa fakultas hukum yang pengin mendapatkan referensi judul-judul skripsi/tugas akhir fakultas hukum baik itu hukum acara, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, berikut ada beberapa kumpulan judul yang bisa kalian gunakan sebagai bahan acuan referensi. Semua judul-judul skripsi hukum ini dikumpulkan/diambil dari berbagai sumber yang ada di internet dan berharap semoga bisa bermanfaat menambah wawasan kawan-kawan khususnya mahasiswa jurusan hukum yang akan mengambil skripsi.
1. Peranan DPRGR periode 1965-1971 dalam menegakkan kehidupan ketatanegaraan yang konstitusional berdasarkan UUD 1945
2. Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai dasar pembatalan keputusan tata usaha negara dalam kaitannya dengan Pasal 53 Ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
3. Kekuasaan kehakiman yang merdeka : suatu penelitian tentang pola pembinaan hakim pada peradilan tata usaha negara
4. Kewenangan mengadili sengketa tata usaha negara dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
5. Deregulasi dan konfigurasi politik di Indonesia : suatu tinjauan dari sudut hukum tatanegara
6. Negara dan perkebunan rakyat : kajian sosiologis sistem tata niaga cengkeh di Indonesia
7. Pertanggungjawaban pidana presiden Republik Indonesia menurut sistem ketatanegaraan Indonesia
8. Beberapa aspek hukum adat tatanegara kerajaan Gorontalo pada masa Pemerintahan Eato (1673-1679)
9. Proses perumusan dasar negara Pancasila : studi tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan tentang polemik mengenai hari lahir dan penggali Pancasila dalam perspektif sejarah hukum tata negara
10. Makna kekuasaan pemerintahan negara menurut Bab III Undang-undang Dasar 1945 dan penataannya dalam mewujudkan kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia yang konstitusional
11. Penerapan asas keaktifan hakim (litis domini principle) pada tahap pembuktian dalam rangka pemberian perlindungan hukum kepada pihak pencari keadilan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta
12. Hubungan kepimimpinan dan motivasi terhadap semangat kerja pegawai negeri sipil di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung
13. Sistem pemerintahan presidentil dan sistem pemerintahan parlementer dalam UUD 1945 : studi dari sudut pandang hukum tata negara
14. Wanita dalam perspektif hukum acara peradilan agama : kajian norma dan kasus-kasus hukum di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
15. Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia : sebuah studi tentang
prinsip-prinsipnya, penanganannya oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan administrasi negara
16. Hukum lingkungan dan kebijaksanaan lingkungan dalam proses pembangunan hukum nasional Indonesia
17. Segi-segi hukum pidana pengaturan kehamilan dan pengguguran kandungan
18. Hukum nikah, (talak, rujuk, hadanah dan nafkah kerabat) dalam naskah Mir’at Al Tullas karya Abd Al Rauf Singkel : suatu studi perbandingan hukum Islam menurut Ahlussunnah Daly, Peunoh ( Institut Agama Islam Negeri Syarief Hidayatullah)
19. Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum : suatu percobaan penerapan metode yuridis-empiris untuk mengukur kesadaran hukum dan kebutuhan hukum mahasiswa terhadap peraturan lalu lintas
20. Dekrit duabelas mil laut Indonesia sesuai dengan dimensi baru dalam hukum international
21. Republik Indonesia sebagai subyek hukum internasional : dari Proklamasi sampai dengan Perjanjian Linggarjati
22. Lembaga jaminan kebendaan pesawat udara Indonesia ditinjau dari hukum udara Kantaatmaja
23. Perkembangan status hukum wanita di Indonesia
24. Pengaturan hukum lingkungan laut Indonesia dan beberapa implikasinya secara regional
25. Status hukum perairan Kepulauan Indonesia dalam hubungannya dengan lintas kapal-kapal asing ditinjau dari hukum international : suatu studi perbandingan
26. Segi-segi hukum administrasi organisasi internasional ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) : beberapa masalah yang memerlukan pendekatan dan santunan regionalistik
27. Perjanjian antar kerajaan menurut lontarak : mengungkap salah satu aspek dalam sejarah hukum internasional adat abad XV-XVIII di Sulawesi Selatan
28. Masalah peradilan administrasi dalam hukum pajak di Indonesia
29. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip kepercayaan tradisional ditinjau dari segi hukum : suatu studi di Desa Tombasian-Atas dan Duasudara, Minahasa
30. Hubungan antara latar belakang pendidikan, klasifikasi hukuman, dan relevansi materi program pendidikan ketrampilan dengan motivasi belajar narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Malang
31. Kesejahteraan sosial dalam perspektif antropologi hukum : beberapa kasus mengenai peranan wanita Batak Toba dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial tahun 1980-an
32. Kebijakan sistem pertanggung jawaban pidana anak dalam rangka perlindungan hukum bagi anak delinkuen
33. Kejahatan yang dilakukan oleh wanita beserta perlindungan hukum bagi wanita pelaku tindak pidana di wilayah hukum pengadilan negeri Semarang
34. Bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dalam tindak pidana kelalaian di Pengadilan Negeri Malang : suatu pendekatan analisis fungsionil
35. Sistem minimum khusus dalam hukum pidana sebagai salah satu usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia
36. Manfaat tindakan non hukum pidana dalam menunjang sistem peradilan pidana : tinjauan dari aspek perundang-undangan pidana, pengetahuan serta sikap penegak hukum
37. Lembaga pidana bersyarat sebagai faktor yang mempengaruhi proses hukum pidana yang berperikemanusiaan
# Sebagian pengunjung datang ke halaman blog ini melalui kata kunci : judul skripsi fakultas hukum, judul tugas akhir jurusan hukum, skripsi hukum pidana, tugas akhir hukum perdata, kumpulan judul-judul skripsi hukum.
Related Posts
• JEMP PUTRA,

Kamis, 19 Mei 2011

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

1.PENDAHULUAN
Dari ketentuan UUD 1945 beserta penjelasannya, kita mengetahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (recht stoot), sedang kekuasaan negara yang tertinggi adalah di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian Indonesia menolak adanya sistem pemusatan kekuasaan (macht stoot). Presiden yang di bantu oleh para menteri negara adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi. Ia diangkat oleh MPR untuk menjalankan Hukum Negara sesuai dengan GBHN yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPR dengan keharusan mengindahkan ketentuan hukum dasar (konstutisi) yang berlaku. Dengan kata lain presiden adalah Mandataris MPR.
II. PEMBAHASAN
Tujuan dan dasar hukum perbuatan pencabutan hak milik
Kalau kita telusuri ketentuan di dalam UUD 1945 yang mulai berlaku lagi sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1956, tak satupun peraturan di dalam pasal-pasal yang memberikan landasan hukum untuk melakukan tindakan dan atau perbuatan pencabutan hak milik tersebut. Oleh karena itu, kita wajib mencarinya menurut ketentuan hukum yang tersebut dalam pasal II Aturan Peralihan, bahwa : “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Peraturan yang ada dan dianggap masih berlaku menurut Aturan Peralihan tersebut, khususnya yang menyangkut masalah pencabutan hak milik adalah tercantum dalam pasal 27 UUDS ’50 atau juga dalam pasal 26 Konstitusi RIS, sedang secara khusus diatur dalam Onteigenengsonnatie Stb. 1920-574, yakni Undang-Undang peninggalan zaman pemerintahan Belanda. pasal 27 ayat 1 UUDS’ 50 dan atau pasal 26 Kostitusi RIS mengatakan : “Pencabutan Hak Milik (Onteigeing) untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak, tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang”.
Dengan adanya peraturan ini berarti bahwa ketentuan dasar yang diperlukan untuk bisa dipakai sebagi landasan hukum bagi syahnya suatu perbuatan pencabutan hak milik, yakni yang dirumuskan di dalam suatu Undang-undang, secara juridis formil telah terpenuhi.
Dari ketentuan pasal tersebut di atas, dapatah kita temukan tiga unsur pokok, yaitu :
1. Ketentuan umum membutuhkan diadakannya pencabutan hak milik itu,
2. terhadap pendabutan hak milik ini harus disertai dengan pemberian ganti kerugian kepada yang berhak.
3. tindakan tersebut harus didasarkan atas ketentuan Undang-undang yang mengaturnya.
Unsur pokok tersebut c. perihal keharusan adanya undang-undang yang mengaturnya, ternyata terdapat di dalam Onteigenings-Ordonantie Stb. 1920 – 574, yang dibuat dan diberlakukan setingkat dengan undang-undang tetai Ordonnantie ini, berhubung dengan diundangkannya undang-undang pencabutan hak yang baru sebagai produk perundang-undangan nasional, yaitu UU no. 20/1961, maka Ordonnantie peninggalan pemerintah Belanda itu sekaligus dinyatakan tidak berlaku lagi di seluruh wilayah Indonesia. di dalam siktum pertimbangan sub. (a) dikatakan bahwa peraturan baru ini adalah untuk memenuhi maksud yang terkandung di dalam pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria (No. 5/1960) bahwa:
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak, menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.
Sebenarnyalah dapat dikatakan bahwa antara kedua undang-undang ini, UUPA dengan UU Pencabutan Hak Milik, sifatnya setali tida uang. Artinya ialah bahwa di samping keduanya mempunyai obyek yang sama yaitu tanah serta hak-hak yang melekat atasnya, juga di dalam tujuannya keduanya sebagai undang-undang yang dianggap revolusioner, masing-masing mengandung kehendak untuk membersihkan anasir-anasir yang bersumber dari sistem kolonialisme Belanda di dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang merdeka. Ciri yang fundamentil tentang kehendak untuk melenyapkan anasir-anasir yang dianggap tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan tersebut, dapat kita temukan kriterianya di dalam UUPA tersebut dalam pasal 20, yaitu mengenai pengertianhak-milik. Menurut kriteria yang beru ini maka:
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6.
Pasal 6: Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Konsekuensi pertama terhadap pengertian hak milik tersebut adalah bahwa peraturan-peraturan tertentu yang dinyatakan bertentangan dengan isi jiwa pasal 20 dan pasal 6 tersebut, dicabut kekuatan berlakunya misalnya:
1. Agrarische Wet (Stb. 1870 – 55) sebagai yang termuat dalam pasal 51 “Wet op de Staatsinrichting van Nederland Indie (S. 1925 – 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu.
2. a. Domein Verklaring tersebut dalam pasal 1 Agrarische Besluit (Stb. 1970 – 118).
b. Aglemene Domeinverklaring Stb. 1875 – 94)
c. Domein Verklaring untuk keresidenan Manado tersebut dalam pasal 1 Stb. 1870 –55.
e. Domein Verklaring untuk residental Zuider en Osterafdeling van Borneo tersebut dalam pasal 1 Stb. 1888 – 58.
3. Koninklijk besluit tgl. 16 April 1872 no. 29 (S. 1872 –117) dan peraturan pelaksanaannya.
4. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai bumi, air beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku.
Konsekuensi kedua oleh karena hak milik itu mempunyai fungsi sosial, maka kepentinganumumlah yang harus didahulukan, sedang kepentingan perorangan selama tidak menghalangi kepentingan umum tetap diakui sebagai hak yang syah dan mutlak terhadap pihak ketiga.
Karena itu pasal 1 UU No. 20/1961 secara tegas mengatakan:
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan, dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
Bahkan menurut ketentuan pasal 6 dari undang-undang tersebut, dibuka suatu kemungkinan perbuatan:
1. Menyimpang dari ketentuan pasal 3, maka dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan atas tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, atas permintaan untuk melakukan pencabutan hak tersebut pada pasal 2 kepada Menteri Agraria, tanpa disertai taksiran ganti kerugian panitia penaksir dan kalau perlu juga dengan tidak menunggu pertimbangan Kepala Daerah.
2. dalam hal tersebut pada ayat 1 pasal ini, maka Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenaan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu.
3. jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut pada ayat 2 pasal ini, maka bilamana kemudian permintaan pencabutan haknya tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus mengembalikan tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dalam keadaan semula dan atau memberi ganti kerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak.
Lebih lanjut berkenaan dengan pasal 6 tersebut, Instruksi Presiden No. 9/1973 tanggal 17 November 1973 perihal Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, di dalam pasal 4 disebutkan bahwa:
a. Penyediaan tanah tersebut diperlukan dalam keadaan sangat mendesak, dimana penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum.
b. Penyediaan tanah tersebut sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah maupun masyarakat luas pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Jadi jelaslah kiranya bahwa dengan Undang-Undang Pencabutan Hak tersebut, Pemerintah secara ilegal dibenarkan untuk, sesuai dengan tujuan undang-undang itu, memaksakan kebijaksanaannya dalam menyelenggarakan pemerintahan. Adapun tujuan dari undang-undang Pencabutan Hak adalah untuk menyelenggarakan kepentingan umum, maka elemen kepentingan umum inilah yang harus dijadikan pedoman, yaitu sampai di manakah sesuatu perbuatan pemerintah itu memenuhi adanya persyaratan “kepentingan umum” yang dimaksud.
Untuk mengetahui batasan dari elemen kepentingan umum itu, Instruksi Presiden no. 9/1973 tersebut dalam pasal 1 lampiran tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak menyebutkan:
1. Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut:
a. Kepentingan Bangsa dan Negara dan atau
b. Kepentingan masyarakat luas dan atau
c. Kepentingan rakyat banyak/bersama dan atau
d. Kepentingan pembangunan
2. Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang-bidang:
a. Pertahanan
b. Pekerjaan umum
c. Perlengkapan umum
d. Jasa umum
e. Keagamaan
f. Ilmu pengetahuan sosial dan seni budaya
g. Kesehatan
h. Olah raga
i. Keselamatan umum terhadap bencana alam
j. Kesejahteraan social
k. Makam/kuburan
l. Pariwisata dan rekreasi
m. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.
3. Presiden dapat menentukan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya kecuali sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, menurut pertimbangan perlu bagi kepentingan umum.
4. Dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, maka penguasaan atas tanah dalam keadaan yang sangat mendesak sebagai yang dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 20 tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288) hanya dapat dilakukan apabila kepentingan umum menghendaki adanya :
a. penyediaan tanah tersebut diperlukan dalam keadaan sangat mendesak, dimana penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum.
b. penyediaan tanah tersebut sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah maupun masyarakat luas pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda-tunda lagi.
5.Panitai Penaksir sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961 (Lembaran Negara tahun 1961 Nomor 288) dalam menerapkan besarnya ganti rugi atas tanah/bangunan/tanaman yang berada di atasnya harus menaksir secara obyektif dengan tidak merugikan kedua belah pihak dan dengan menggunakan norma-norma serta memperhatikan harga-harga penjualan tanah/bangunan/tanaman di sekitanrnya dalam tahun yang sedang berjalan.
6. Dalam menggunakan norma-norma sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Panitia Penaksir harus tetap memperhatikan pedoman-pedoman yang ada dan yang lazim dipergunakan dalam mengadakan penaksiran harga/ganti rugi atas tanah/bangunan yang berlaku dalam daerah yang bersangkutan
7.Pembayaran ganti-rugi kepada orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak.
8.Rencana penampungan orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut sebagai dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf c, Undang-Undang No. 20 tahun 1962 (Lampiran Negara Tahun 19.60 No. tahub 1962 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288), oleh yang berkepentingan harus diusahakan sedemikian rupa agar mereka yang dipindahkan itu tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya/mencari nafkah kehidupan yang layak seperti semula.

Rabu, 18 Mei 2011

PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL

PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL
1. A. Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan merek-merek terkenal pada saat sekarang sudah mulai marak, hal tersebut tidak lain karena menjanjikan keuntungan besar yang akan didapat apabila mempergunakan merek terkenal dari pada menggunakan mereknya sendiri. Apalagi pada saat krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan yang bajakan, karena bajakan tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan yang asli.
Produk-produk bermerek (luxrury good) asli tapi palsu (aspal) seperti baju, celana, jaket dan berbagai asesoris lainnya sangat mudah didapat dan ditemukan di kota-kota besar, peredarannyapun meluas mulai dari kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah, sebagai contoh harga satu stel dan celana merek Pierre Cardin yang asli bisa mencapai Rp. 1,5 juta, untuk produk bajakan yang secara fisik sama bisa diperoleh hanya dengan harga Rp. 150.000,- selain itu untuk produk celana Levi’s seri 501 yang asli berharga Rp. 200.000,- sedangkan di kaki lima untuk jenis yang sama bisa dibeli hanya dengan harga Rp. 45.000,-
Banyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual, selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya biasanya “Bandar” yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut.
Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin tampil trendi. Jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya tidak dapat ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam dunia perdagangan dewasa ini merek adalah merupakan salah satu wujud karya intelektual manusia yang mempunyai peranan yang sangat menentukan karena penggunaan atau pemakaian merek pada perusahaan, tetapi juga mngandung aspek hukum yang luas baik bagi pemilik atau pemegang hak atas merek maupun bagi masyarakat sebagai konsumen yang memakai atau memanfaatkan barang atau jasa dari merek tertentu.
Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan bran imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab merek (branding) menjadi semacam “penjual awal” bagi suatu produk kepada konsumen. Dalam era persaingan sekarang ini memang tidak dapat lagi dibatas masuknya produk-produk dari luar negeri ke Indonesia karena fenomena tersebut sebetulnya sudah jauh diprediksi oleh Kanichi Ohmae yang menyatakan “bahwa pada masa mendatang dunia tidak lagi bisa dibatasi oleh apapun juga” dan prediksi tersebut saat ini sudah nampak kebenarannya. Merek sebagai aset perusahaan akan dapat menghasilkan keuntungan besar bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik. Dengan semakin pentingnya peranan merek maka terhadap merek perlu diletakan perlindungan hukum yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak hak perseorangan ataupun badan hukum.
Dengan berkembangnya dunia perdagangan yang pesat dan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara, tentunya akan memberikan dampak dibidang perdagangan terutama karena adanya kemajuan di bidang teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi yang mana sebagai bidang tersebut merupakan faktor yang memicu globalisasi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Dalam kenyataan merek terkenal biasanya didahului oleh reputasi dan good will yang melekat pada keterkenalan tersebut. Merek yang mempunyai “good will” yang tinggi akan mampu memberikan keuntungan yang luar biasa bagi perusahaan, meskipun sebetulnya merek adalah sesuatu yang tidak dapat diraba (intangible). Sebuah merek akan menjelma menjadi aset capital semata-mata hanya berdasarkan pada good will, oleh karena itu menurut Lendsford menyebutkan bahwa perusahaan yang telah memiliki reputasi merek yang tinggi (higher reputation) akan memilik aset kekayaan yang luar biasa hanya berdasarkan pada good will dari merek tersebut.
Produk atau jasa yang bermerek saling lebih dahulu diiklankan dan dijual, walaupun produk atau jasa tersebut secara fisik belum tersedia di pasaran Negara tertentu. Media penyebaran dan periklanan modern menjadi semakin tidak di batasi oleh batas-batas nasional mengingat canggihnya komunikasi teknologi dan frekuensi orang bepergian atau mengadakan perjalanan melintas dunia. pemilik produk atau jasa yang bermerek banyak memanfatkan berbagai event-event yang banyak di tonton orang untuk memasarkan merek mereka sehingga orang yang melihat merasa tertarik untuk membeli produk atau meggunakan jasa dari suatu merek yang diiklankan tersebut.
Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benar-benar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa Law Enforcement yang lemah. Memang tidak dapat selamanya dijadikan alasan tetapi yang perlu diperhatikan adalah mengapa hal itu bisa terjadi ?. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inofatif.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utama adalah untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku “profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka.
Pengusaha yang melihat hal itu sebagai salah satu peluang bisnis maka akan berusaha memperoleh keuntungan melalui jalan pintas yang tidak layak dengan cara membuat atau memasarkan barang atau produk dengan memalsukan atau meniru merek-merek terkenal dan bagi konsumen adalah suatu gengsi tersendiri bila menggunakan merek terkenal tersebut.
Faktor gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga menggunakan merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded) juga sangat mempengaruhi dan sekaligus menguntungkan pemalsuan merek, karena mendapatkan kesempatan untuk memuaskan hasrat mesyarakat melalui merek-merek asli tapi palsu (aspal) atau merek yang mirip dengan merek terkenal, dengan menghasilkan produk yang kerapkali sengaja disesuaikan dengan kemampuan kantong kosong konsumen yang ingin mengenakan merek terkenal tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya sehingga mereka membeli merek-merek asli tapi palsu asalkan tetap bisa gengsi.
Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik.
Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup baru (life style).
Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur.
Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain, secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan perekonomian internasional.
Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum.
Pada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961. Undang-Undang tersebut disusun secara sederhana hanya berjumlah 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek. Selain itu, asal undang-undang merek tersebut sama dengan undang-undang merek sebelumnya yang ditetapkan oleh Belanda, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian dan politik pada saat itu yang masih memprihatinkan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dan industri serta sejalan dengan terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada saat itu maka sangketa-sangketa merek mulai muncul.
Dengan pesatnya perkembangan dunia perdagangan banyak sengketa-sengketa merek pada saat itu terutama antara pemilik merek terkenal dengan pengusaha lokal, hal tersebut disebabkan karena :
1. Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan usahanya.
2. Pemilik merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya sengketa merek sampai pada dekade 80-an, maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”. Dengan adanya ketentuan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01 untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai pengganti UU No.21 tahun 1961.
Sebagai Negara penandatangan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (General Agrement On Tarif and Trade) dalam putaran Uruguay (Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agrement Establishing The World Trade Orgnization). Sejalan dengan itu maka pemerintah membuat kebijakan baru dengan melakukan perubahan dan penyempurnaan UU No. 19 Tahun 1992 dengan UU No. 14 Tahun 1997 dan diubah dan disempurnakan lagi dengan undang undang No. 15 Tahun 2001. Tujuan dari penyempurnaan tersebut tidak lain adalah mengakomodasikan ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi komitmen internasional mengenal Hak atas Kekayaan Intelektual.
Perubahan atau penyempuarnaan itu pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris (Paris Convention For The Protection Of Industriale Property) pada tahun 1883, selain itu juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan TRIPs (Trade Releated Aspects Of Intelectual Property Right Including Trade In Counterfeit Goods) atau aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas kekayaan Intelektual.
Dalam Undang-undang merek No.15 Tahun 2001 ada perubahan sistem yaitu dari sistem deklaratif (First to use system), menjadi sistem konstitutif (Fist to file frinciple). Selain itu dalam undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan terhadap merek-merek terkenal. Meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak juga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan beritikad tidak baik menggunakan merek terkenal milik orang lain yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Dalam hal tersebut maka pihak yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah konsumen, oleh karena itu untuk lebih memberikan perlindungan kepada konsumen telah di undangkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang tentu saja tujuannya untuk kesejahteraan rakyat (konsumen) dan untuk menjamin iklim perdagangan yang jujur dan fair maka telah pula diundangkan UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi dalam undang-undang tersebut masalah perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual seperti Merek dikecualikan, karena merek adalah hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemegangnya.

Senin, 16 Mei 2011

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Di
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA :Putra Satry
NIM : 0431110078






FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2009


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1
Bab II Pembahasan............................................................................................ 2
a) Pengertian HAKI................................................................................... 2
b) Sejarah HAKI........................................................................................ 2
c) Jenis-Jenis HAKI.................................................................................. 4
Bab III Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya digunakan untuk melindungi dan mempertahankan kekayaan intelektual tersebut. Pada akhirnya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hokum atas kekayaan intelektual tadi, termasuk pengakuan hak atas karya tersebut. Sesuai dengan hakikatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang bersifat intangible(tidak berwujud). Jika dilihat dari latar belakang sejarah mengenai HaKI terlihat bahwa di Negara-negara barat penghargaan atas hasil pikiran individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam undang-undang. HaKI di Negara-negara barat bukan hanya sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang, akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha dimana suatu penemuan dapat dikomersialkan sebagai kekayaan intelektual, ini memungkinkan pencipta tersebut dapat mengeksploitasi ciptaannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut dapat menyebabkan pencipta karya intelektual itu untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi yang lainnya. Sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbu kompetisi di dalamnya.
Di Indonesia penerapan HaKI baru dapat dilakukan akhir-akhir ini, ini dikarenakan sudah mulai banyaknya kasus-kasus yang melibatkan kekayaan intelektual didalamnya, oleh karena itu maka pada tahun 2002 disahkanlah undang-undang tentang HaKI, yang mengatur tata cara, pelaksanaan, dan penerapan HaKI di Indonesia. Dengan adanya UU HaKI,diharapkan dapat lebih mengatur tentang hak-hak seseorang terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HaKI.
BAB II
PEMBAHASAN

a) Pengertian HAKI
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karyadi bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis. Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) merupakan padanan bahasa Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
b) Sejarah HaKI
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Gutternberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten pada tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari hak konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO).
WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001, World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antarNegara secara jujur dan adil, karena :
1. TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard.
2. Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tampa reservation.
3. TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
c) Jenis-Jenis HaKI
Kita semua tahu bahwa penghormatan tergadap HaKI (intellectual property) adalah sebuah hal yang jarang ditemukan di Indonesia. Tetapi apakah HaKI itu? Empat jenis utama dari HaKI adalah :
1. Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaanya dan salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu. Sebagai contoh, Microsoft membuat sebuah perangkat lunak Windows. Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah Microsoft sendiri. Kepemilikan hak cipta dapat diserahakan secara sepenuhnya atau sebagian ke pihak lain.
Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke public dengan mekanisme lisensi. Artinya Microsoft member hak kepada seseorang yang membeli Windows untuk menggunakan perangkat lunak tersebut. Orang tersebut tidak diperkenankan untuk membuat salina Windows untuk kemudian dijual kembali. Karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang tersebut berhak untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya untuk keperluan backup.
Contoh lain yang dapat kita pelajari adalah, musisi pop pada umumnya menyerahkan seluruh kepemilikan dari ciptaannya kepada perusahan label dengan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya Peterpan membuat sebuah album, kemudian menyerahkan hak ciptanya secara penuh ke perusahaan label Sony BMG. Setelah itu yang memiliki hak cipta atasa album tersebut bukan lagi Peterpan, melainkan Sony BMG. Serah terima hak cipta tidak harus pembelian ataupun penjualan, sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak opensource. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya asalkan memodifikasi ciptaan tersebut, hal ini akan mendapatkan lisensi yang sama.
Kasus yang terjadi yang berhubungan dengan HaKI :
Kasus Pertama :
PT. A sebuah perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT. A tersebut berkaitan dengan research and depelopment (R&D)yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh produk-produk yang unggul. Salah satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang diterbitkan oleh PT.B. PT. B adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak/ menggandakan artikel-artikel dsalam science dan tecknology tersebut dan membuat dokumentasi berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A, dan PT. B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah melanggar hak cipta.
Pertanyaan :
Lakukan identifikasi dan analisis terhadap kasus diatas, untuk menjelaskan isu manakah dalam hak cipta yang merupakan isu utamakasus diatas yang dapat menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta.
Jawaban :
Identifikasi dalam kasus di atas adalah,
a. PT. A adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk pengembangan pendidikan.
b. PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan referensi ilmu pengetahuan.
c. PT. B adalah perusahaan asing yang di Indonesia hanya diwakili oleh agen penjualan khusus.
Isu utama dalam kasus di atas adalah,
Penggandaan/ perbanyakan artikel-artikel dalam science and technology yang diterbitkan PT. B oleh para peneliti PT. A untuk menghasilkan produk-produk unggul yang dalam melakukan penggandaan/ perbanyakan tersebut dengan dokumentasi pada topic-topik tertentu.
Analisa
Terhadap kasus diatas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran hak cipta adalah, dalam kasus diatas menurut saya ada kemungkinan kasus diatas terjadi pelanggaran hak cipta, tapi juga bisa dimungkinkan tidak ada pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini cukup rumit, dimana penggandaan atau memperbanyak hak cipta untuk kepentingan komersial yaitu menghasilkan produk-produk unggul oleh PT. A adalah pelanggaran hak cipta, tapi apabila penggandaan atau memperbanyak dilakukan untuk kepentingan penelitian demi berkembangnya keilmuan menurut peraturan perundang-undangan di benarkan dengan cara memberikan catatan/ dokumentasi dari mana sumbernya. Penggandaan atau memperbanyak artikel-artikel diatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan memberikan catatan sumbernya serta hal itu tidak merugikan pihak lain, maka tindakan dari para peneliti PT. A dapat dibenarkan oleh perundang-undangan. Hal ini bisa dilhat dalam pasal 15 huruf a UU. No 19 tahun 2002.
Tapi dari kedua pendapat tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak untuk melakukan interpretasi hukum demi kepentingannya sendiri. Pengacara dari Pihak PT A akan dengan mudah memberikan alasan hukum bahwa kliennya dalam posisi dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.Tapi pihak PT. B akan merasa dirugikan dengan apa yg dilakukan oleh PT. A, karena secara material sangat merugikan oleh apa yg dilakukan oleh PT. A. dan ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh PT. A untuk kepentingan produk-produk unggulan mereka yang ujung-ujungnya adalah kepentingan komersialisasi, kepentingan pendidikan yg berkedok kepentingan penelitian dan keilmuan. bisa dlihat dalam pasal 72 UU No.19 tahun 2002.
Kasus Kedua
PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya.
Pertanyaan :
a. Menurut Anda apakah terjadi pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas dan apa yang harus Anda perhatikan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas? Berikan analisis Anda.
b. Jelaskan apakah fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta dalam kasus di atas. Berikan analisis Anda.
Jawaban :
a. Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh PT. HI dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1. Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI.
3. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian.
4. Pelanggaran hak cipta berupa kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
b. Fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
1. Perlindungan hukum hak cipta dengan secara otomatis saat ekspresi terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai sarana pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
3. Pembuktian oleh pengadilan bisa dilakukan dengan proses cetak dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.
Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain. Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluarsa. Sebuah karya yang memiliki hak cipta akan memasuki public domain setelah jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, lagu-lagu klasik sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta. Lingkup sebuah hak cipta adalah Negara-negara yang menjadi anggota WIPO. Sebuah karya yang diciptakan disebuah Negara anggota WIPO secara otomatis berlaku dinegara-negara anggota WIPO lainnya. Anggota non WIPO tidak mengakui hak cipta. Sebagai contoh, di Iran, perangkat lunak windows legal untuk didistribusikan ulang oleh siapapun.
2. Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang yang lain berhak membuat karya lain yang memilki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan. Contoh dari paten misalnya adalah algoritma pagerank yang dipatenkan oleh google. Pagerank dipatenkan pada kantor paten Amerika Serikat. Artinya pihak lain di Amerika Serikat tidak dapat membuat sebuah karya berdasarkan algoritma pagerank, kecuali jika ada perjanjian dengan Google.
Sebuah ide yang dipatenkan haruslah ide yang orisinil dan belum pernah ad aide yang sam sebelumnya. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan ide tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan. Sama seperti hak cipta, kepemilikan hak cipta dapat ditransfer ke pihak lain, baik sepenuhnya maupun sebagian. Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya “Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda”. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten.
Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini. Misalnya Eolas yang mematenkan treknologi plug-in pada web browser. Untuk kasus ini, Microsoft tidak dapat ‘menyerang’ balik Eolas, karena Eolas sama sekali tidak membutuhkan paten yang dimiliki oleh Microsoft. Eolas bahkan sama sekali tidak memiliki produk atau layanan, satu-satunya hal yang dimiliki Eolas hanyalah paten tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara l;ain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
3. Merek Dagang (Trademark)
Merek dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengiditifikasi sebuah produk atau layanan.Merek dagang meliputi nama produk dan layanan,beserta logo,symbol,gambaran yang menyertai produk dan layan produk tersebut.Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chiken.Yang disebut merk dagang adalah urutan-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya(misalnya “KFC”),dan logo dari produk tersebut.Jika ada produk lain yang sama atau mirip misalnya “Ayam Goreng Kentucky”,maka itu adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagan.Berbeda dengan Haki lainnya,merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain selain pemilik merk dagang tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan untuk merefrensikan layanan tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan untuk merefrensikan layanan atau produk yang bersangkutan.
Sebagai contoh,sebuah artikel yang membahas KFC dapat saja menyebutkan “Kentucky Fried Chiken” di artikelnya,selama perkataan itu menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.Merk dagang diberlakukan setlah pertama kali penngunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi.Merk dagang berlaku pada Negara tempat pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan.Tetapi ada beberapa perjanjaian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di Negara lain.Misalnya adalah system Madrid.Sama seperti HAKI lainnya,merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain,sebagai atau seluruhnya.Contoh yang Umum adalah mekanisme frenchise,salah satu kesepakatan adalah pengguanaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebi dahulu sukses.
4. Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis haki lainnya, rahasia dagang tidak dapat dipublikasikan ke public. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi itu tidak “dibocorkan” oleh pemilik rahasia dagang. Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman caca cola, untuk beberapa tahun, hanya coca cola yang memiliki resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak mendapatkan resep tersebut, misalnya dengan membayar pegawai coca cola. Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh competitor coca cola dengan menganalisis kandungan dari minuman coca cola.
Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip dengan coca cola, misal pepsi, RC cola, atau Diet coke. Contoh lain adalah kode sumber (source code) dari Microsoft. Microsoft memiliki banyak competitor yang coba meniru windows. Dan terdapat suatu proyek wine yang bertujuan menjalankan aplikasi windows di linux. Pada suatu saat, kode sumber windows tersebar di internet dengan tanpa sengaja. Karena kode sumber windows adalah rahasia dagang, maka proyek wine tidak diperkenan melihat atau mempergunakan kode sumber yang telah bocor tersebut. Sebagai catatan kode sumber windows merupakan rahasi dagang, karena Microsoft tidak mempublikasikan kode sumber tersebut. Pada kasus lain, produsen prangkat lunak memilih untuk mempublikasikan kode sumbernya (misalnya pada perangkat lunak OpenSource). Pada kasus ini, kode sumber termasuk dalam hak cipta, bukan rahasia dagang.
Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual :
a. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas
Artinya setelah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
b. Bersifat ekslusif dan mutlak
Maksudnya bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.













BAB III
KESIMPULAN
Kekayaan intelektual adalah kekeyaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi,ilmu pengetahuan,seni,dan sastra.Kata“intelektual” tecermin bahwa obyek kekeyaan intelektual tesebut adalah kecerdasan daya pikir,atau produk pemikiran manusia(the creations of the human mind) (WIPO,1983:3).Secara substantive pengertian Haki dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekeyaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.Tumbuhnya konsepsi kekeyaan atau karya-karya intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau mempertahankan kekeyaan intelektual.Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak terwujud.Banyak jenis-jenis Haki diantaranya,yaitu hak cipta(copyright),paten(patent),merk dagang(tredmark),dan rahasia dagang(tred secret).












DAFTAR PUSTAKA

1. Mubiar Purwasasmita : “Modul kuliah KU-120 Konsep Teknologi”
2. http://ilmukomputer.com
3. http://www.detik.com/gudangdata/uuhakcipta/bab1.shtml
4. http://Republika.com
5. http://www.infoshop.org/aip.html
6. http://internettools.com
7. http://budi.insan.co.id/presentations/perlukah-haki.ppt
8. dirgen@dgip.go.id
9. http://buletinlitbang@dephan.go.id
10. http://www.lkht.net/artikel