Putra Satry

Putra Satry
-

Senin, 11 Juli 2011

JUDUL SKRIPSI HUKUM

Judul Skripsi Fakultas Hukum
Hmmm… bagi kawan-kawan mahasiswa fakultas hukum yang pengin mendapatkan referensi judul-judul skripsi/tugas akhir fakultas hukum baik itu hukum acara, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, berikut ada beberapa kumpulan judul yang bisa kalian gunakan sebagai bahan acuan referensi. Semua judul-judul skripsi hukum ini dikumpulkan/diambil dari berbagai sumber yang ada di internet dan berharap semoga bisa bermanfaat menambah wawasan kawan-kawan khususnya mahasiswa jurusan hukum yang akan mengambil skripsi.
1. Peranan DPRGR periode 1965-1971 dalam menegakkan kehidupan ketatanegaraan yang konstitusional berdasarkan UUD 1945
2. Asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagai dasar pembatalan keputusan tata usaha negara dalam kaitannya dengan Pasal 53 Ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
3. Kekuasaan kehakiman yang merdeka : suatu penelitian tentang pola pembinaan hakim pada peradilan tata usaha negara
4. Kewenangan mengadili sengketa tata usaha negara dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
5. Deregulasi dan konfigurasi politik di Indonesia : suatu tinjauan dari sudut hukum tatanegara
6. Negara dan perkebunan rakyat : kajian sosiologis sistem tata niaga cengkeh di Indonesia
7. Pertanggungjawaban pidana presiden Republik Indonesia menurut sistem ketatanegaraan Indonesia
8. Beberapa aspek hukum adat tatanegara kerajaan Gorontalo pada masa Pemerintahan Eato (1673-1679)
9. Proses perumusan dasar negara Pancasila : studi tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan tentang polemik mengenai hari lahir dan penggali Pancasila dalam perspektif sejarah hukum tata negara
10. Makna kekuasaan pemerintahan negara menurut Bab III Undang-undang Dasar 1945 dan penataannya dalam mewujudkan kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia yang konstitusional
11. Penerapan asas keaktifan hakim (litis domini principle) pada tahap pembuktian dalam rangka pemberian perlindungan hukum kepada pihak pencari keadilan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta
12. Hubungan kepimimpinan dan motivasi terhadap semangat kerja pegawai negeri sipil di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung
13. Sistem pemerintahan presidentil dan sistem pemerintahan parlementer dalam UUD 1945 : studi dari sudut pandang hukum tata negara
14. Wanita dalam perspektif hukum acara peradilan agama : kajian norma dan kasus-kasus hukum di Pengadilan Agama Jakarta Selatan
15. Perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia : sebuah studi tentang
prinsip-prinsipnya, penanganannya oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan administrasi negara
16. Hukum lingkungan dan kebijaksanaan lingkungan dalam proses pembangunan hukum nasional Indonesia
17. Segi-segi hukum pidana pengaturan kehamilan dan pengguguran kandungan
18. Hukum nikah, (talak, rujuk, hadanah dan nafkah kerabat) dalam naskah Mir’at Al Tullas karya Abd Al Rauf Singkel : suatu studi perbandingan hukum Islam menurut Ahlussunnah Daly, Peunoh ( Institut Agama Islam Negeri Syarief Hidayatullah)
19. Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum : suatu percobaan penerapan metode yuridis-empiris untuk mengukur kesadaran hukum dan kebutuhan hukum mahasiswa terhadap peraturan lalu lintas
20. Dekrit duabelas mil laut Indonesia sesuai dengan dimensi baru dalam hukum international
21. Republik Indonesia sebagai subyek hukum internasional : dari Proklamasi sampai dengan Perjanjian Linggarjati
22. Lembaga jaminan kebendaan pesawat udara Indonesia ditinjau dari hukum udara Kantaatmaja
23. Perkembangan status hukum wanita di Indonesia
24. Pengaturan hukum lingkungan laut Indonesia dan beberapa implikasinya secara regional
25. Status hukum perairan Kepulauan Indonesia dalam hubungannya dengan lintas kapal-kapal asing ditinjau dari hukum international : suatu studi perbandingan
26. Segi-segi hukum administrasi organisasi internasional ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) : beberapa masalah yang memerlukan pendekatan dan santunan regionalistik
27. Perjanjian antar kerajaan menurut lontarak : mengungkap salah satu aspek dalam sejarah hukum internasional adat abad XV-XVIII di Sulawesi Selatan
28. Masalah peradilan administrasi dalam hukum pajak di Indonesia
29. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip kepercayaan tradisional ditinjau dari segi hukum : suatu studi di Desa Tombasian-Atas dan Duasudara, Minahasa
30. Hubungan antara latar belakang pendidikan, klasifikasi hukuman, dan relevansi materi program pendidikan ketrampilan dengan motivasi belajar narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Malang
31. Kesejahteraan sosial dalam perspektif antropologi hukum : beberapa kasus mengenai peranan wanita Batak Toba dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial tahun 1980-an
32. Kebijakan sistem pertanggung jawaban pidana anak dalam rangka perlindungan hukum bagi anak delinkuen
33. Kejahatan yang dilakukan oleh wanita beserta perlindungan hukum bagi wanita pelaku tindak pidana di wilayah hukum pengadilan negeri Semarang
34. Bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dalam tindak pidana kelalaian di Pengadilan Negeri Malang : suatu pendekatan analisis fungsionil
35. Sistem minimum khusus dalam hukum pidana sebagai salah satu usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia
36. Manfaat tindakan non hukum pidana dalam menunjang sistem peradilan pidana : tinjauan dari aspek perundang-undangan pidana, pengetahuan serta sikap penegak hukum
37. Lembaga pidana bersyarat sebagai faktor yang mempengaruhi proses hukum pidana yang berperikemanusiaan
# Sebagian pengunjung datang ke halaman blog ini melalui kata kunci : judul skripsi fakultas hukum, judul tugas akhir jurusan hukum, skripsi hukum pidana, tugas akhir hukum perdata, kumpulan judul-judul skripsi hukum.
Related Posts
• JEMP PUTRA,

Kamis, 19 Mei 2011

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

1.PENDAHULUAN
Dari ketentuan UUD 1945 beserta penjelasannya, kita mengetahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (recht stoot), sedang kekuasaan negara yang tertinggi adalah di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian Indonesia menolak adanya sistem pemusatan kekuasaan (macht stoot). Presiden yang di bantu oleh para menteri negara adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi. Ia diangkat oleh MPR untuk menjalankan Hukum Negara sesuai dengan GBHN yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPR dengan keharusan mengindahkan ketentuan hukum dasar (konstutisi) yang berlaku. Dengan kata lain presiden adalah Mandataris MPR.
II. PEMBAHASAN
Tujuan dan dasar hukum perbuatan pencabutan hak milik
Kalau kita telusuri ketentuan di dalam UUD 1945 yang mulai berlaku lagi sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1956, tak satupun peraturan di dalam pasal-pasal yang memberikan landasan hukum untuk melakukan tindakan dan atau perbuatan pencabutan hak milik tersebut. Oleh karena itu, kita wajib mencarinya menurut ketentuan hukum yang tersebut dalam pasal II Aturan Peralihan, bahwa : “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Peraturan yang ada dan dianggap masih berlaku menurut Aturan Peralihan tersebut, khususnya yang menyangkut masalah pencabutan hak milik adalah tercantum dalam pasal 27 UUDS ’50 atau juga dalam pasal 26 Konstitusi RIS, sedang secara khusus diatur dalam Onteigenengsonnatie Stb. 1920-574, yakni Undang-Undang peninggalan zaman pemerintahan Belanda. pasal 27 ayat 1 UUDS’ 50 dan atau pasal 26 Kostitusi RIS mengatakan : “Pencabutan Hak Milik (Onteigeing) untuk kepentingan umum atas sesuatu benda atau hak, tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undang-undang”.
Dengan adanya peraturan ini berarti bahwa ketentuan dasar yang diperlukan untuk bisa dipakai sebagi landasan hukum bagi syahnya suatu perbuatan pencabutan hak milik, yakni yang dirumuskan di dalam suatu Undang-undang, secara juridis formil telah terpenuhi.
Dari ketentuan pasal tersebut di atas, dapatah kita temukan tiga unsur pokok, yaitu :
1. Ketentuan umum membutuhkan diadakannya pencabutan hak milik itu,
2. terhadap pendabutan hak milik ini harus disertai dengan pemberian ganti kerugian kepada yang berhak.
3. tindakan tersebut harus didasarkan atas ketentuan Undang-undang yang mengaturnya.
Unsur pokok tersebut c. perihal keharusan adanya undang-undang yang mengaturnya, ternyata terdapat di dalam Onteigenings-Ordonantie Stb. 1920 – 574, yang dibuat dan diberlakukan setingkat dengan undang-undang tetai Ordonnantie ini, berhubung dengan diundangkannya undang-undang pencabutan hak yang baru sebagai produk perundang-undangan nasional, yaitu UU no. 20/1961, maka Ordonnantie peninggalan pemerintah Belanda itu sekaligus dinyatakan tidak berlaku lagi di seluruh wilayah Indonesia. di dalam siktum pertimbangan sub. (a) dikatakan bahwa peraturan baru ini adalah untuk memenuhi maksud yang terkandung di dalam pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria (No. 5/1960) bahwa:
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak, menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.
Sebenarnyalah dapat dikatakan bahwa antara kedua undang-undang ini, UUPA dengan UU Pencabutan Hak Milik, sifatnya setali tida uang. Artinya ialah bahwa di samping keduanya mempunyai obyek yang sama yaitu tanah serta hak-hak yang melekat atasnya, juga di dalam tujuannya keduanya sebagai undang-undang yang dianggap revolusioner, masing-masing mengandung kehendak untuk membersihkan anasir-anasir yang bersumber dari sistem kolonialisme Belanda di dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia yang merdeka. Ciri yang fundamentil tentang kehendak untuk melenyapkan anasir-anasir yang dianggap tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan tersebut, dapat kita temukan kriterianya di dalam UUPA tersebut dalam pasal 20, yaitu mengenai pengertianhak-milik. Menurut kriteria yang beru ini maka:
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6.
Pasal 6: Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Konsekuensi pertama terhadap pengertian hak milik tersebut adalah bahwa peraturan-peraturan tertentu yang dinyatakan bertentangan dengan isi jiwa pasal 20 dan pasal 6 tersebut, dicabut kekuatan berlakunya misalnya:
1. Agrarische Wet (Stb. 1870 – 55) sebagai yang termuat dalam pasal 51 “Wet op de Staatsinrichting van Nederland Indie (S. 1925 – 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu.
2. a. Domein Verklaring tersebut dalam pasal 1 Agrarische Besluit (Stb. 1970 – 118).
b. Aglemene Domeinverklaring Stb. 1875 – 94)
c. Domein Verklaring untuk keresidenan Manado tersebut dalam pasal 1 Stb. 1870 –55.
e. Domein Verklaring untuk residental Zuider en Osterafdeling van Borneo tersebut dalam pasal 1 Stb. 1888 – 58.
3. Koninklijk besluit tgl. 16 April 1872 no. 29 (S. 1872 –117) dan peraturan pelaksanaannya.
4. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai bumi, air beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku.
Konsekuensi kedua oleh karena hak milik itu mempunyai fungsi sosial, maka kepentinganumumlah yang harus didahulukan, sedang kepentingan perorangan selama tidak menghalangi kepentingan umum tetap diakui sebagai hak yang syah dan mutlak terhadap pihak ketiga.
Karena itu pasal 1 UU No. 20/1961 secara tegas mengatakan:
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan, dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
Bahkan menurut ketentuan pasal 6 dari undang-undang tersebut, dibuka suatu kemungkinan perbuatan:
1. Menyimpang dari ketentuan pasal 3, maka dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan atas tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, atas permintaan untuk melakukan pencabutan hak tersebut pada pasal 2 kepada Menteri Agraria, tanpa disertai taksiran ganti kerugian panitia penaksir dan kalau perlu juga dengan tidak menunggu pertimbangan Kepala Daerah.
2. dalam hal tersebut pada ayat 1 pasal ini, maka Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenaan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu.
3. jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut pada ayat 2 pasal ini, maka bilamana kemudian permintaan pencabutan haknya tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus mengembalikan tanah dan atau benda-benda yang bersangkutan dalam keadaan semula dan atau memberi ganti kerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak.
Lebih lanjut berkenaan dengan pasal 6 tersebut, Instruksi Presiden No. 9/1973 tanggal 17 November 1973 perihal Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, di dalam pasal 4 disebutkan bahwa:
a. Penyediaan tanah tersebut diperlukan dalam keadaan sangat mendesak, dimana penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum.
b. Penyediaan tanah tersebut sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah maupun masyarakat luas pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Jadi jelaslah kiranya bahwa dengan Undang-Undang Pencabutan Hak tersebut, Pemerintah secara ilegal dibenarkan untuk, sesuai dengan tujuan undang-undang itu, memaksakan kebijaksanaannya dalam menyelenggarakan pemerintahan. Adapun tujuan dari undang-undang Pencabutan Hak adalah untuk menyelenggarakan kepentingan umum, maka elemen kepentingan umum inilah yang harus dijadikan pedoman, yaitu sampai di manakah sesuatu perbuatan pemerintah itu memenuhi adanya persyaratan “kepentingan umum” yang dimaksud.
Untuk mengetahui batasan dari elemen kepentingan umum itu, Instruksi Presiden no. 9/1973 tersebut dalam pasal 1 lampiran tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak menyebutkan:
1. Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut:
a. Kepentingan Bangsa dan Negara dan atau
b. Kepentingan masyarakat luas dan atau
c. Kepentingan rakyat banyak/bersama dan atau
d. Kepentingan pembangunan
2. Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang-bidang:
a. Pertahanan
b. Pekerjaan umum
c. Perlengkapan umum
d. Jasa umum
e. Keagamaan
f. Ilmu pengetahuan sosial dan seni budaya
g. Kesehatan
h. Olah raga
i. Keselamatan umum terhadap bencana alam
j. Kesejahteraan social
k. Makam/kuburan
l. Pariwisata dan rekreasi
m. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.
3. Presiden dapat menentukan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya kecuali sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, menurut pertimbangan perlu bagi kepentingan umum.
4. Dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, maka penguasaan atas tanah dalam keadaan yang sangat mendesak sebagai yang dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 20 tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288) hanya dapat dilakukan apabila kepentingan umum menghendaki adanya :
a. penyediaan tanah tersebut diperlukan dalam keadaan sangat mendesak, dimana penundaan pelaksanaannya dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam keselamatan umum.
b. penyediaan tanah tersebut sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembangunan yang oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah maupun masyarakat luas pelaksanaannya dianggap tidak dapat ditunda-tunda lagi.
5.Panitai Penaksir sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961 (Lembaran Negara tahun 1961 Nomor 288) dalam menerapkan besarnya ganti rugi atas tanah/bangunan/tanaman yang berada di atasnya harus menaksir secara obyektif dengan tidak merugikan kedua belah pihak dan dengan menggunakan norma-norma serta memperhatikan harga-harga penjualan tanah/bangunan/tanaman di sekitanrnya dalam tahun yang sedang berjalan.
6. Dalam menggunakan norma-norma sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, Panitia Penaksir harus tetap memperhatikan pedoman-pedoman yang ada dan yang lazim dipergunakan dalam mengadakan penaksiran harga/ganti rugi atas tanah/bangunan yang berlaku dalam daerah yang bersangkutan
7.Pembayaran ganti-rugi kepada orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak.
8.Rencana penampungan orang-orang yang hak atas tanahnya dicabut sebagai dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf c, Undang-Undang No. 20 tahun 1962 (Lampiran Negara Tahun 19.60 No. tahub 1962 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288), oleh yang berkepentingan harus diusahakan sedemikian rupa agar mereka yang dipindahkan itu tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya/mencari nafkah kehidupan yang layak seperti semula.

Rabu, 18 Mei 2011

PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL

PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL
1. A. Latar Belakang Masalah
Pemanfaatan merek-merek terkenal pada saat sekarang sudah mulai marak, hal tersebut tidak lain karena menjanjikan keuntungan besar yang akan didapat apabila mempergunakan merek terkenal dari pada menggunakan mereknya sendiri. Apalagi pada saat krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan yang bajakan, karena bajakan tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan yang asli.
Produk-produk bermerek (luxrury good) asli tapi palsu (aspal) seperti baju, celana, jaket dan berbagai asesoris lainnya sangat mudah didapat dan ditemukan di kota-kota besar, peredarannyapun meluas mulai dari kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah, sebagai contoh harga satu stel dan celana merek Pierre Cardin yang asli bisa mencapai Rp. 1,5 juta, untuk produk bajakan yang secara fisik sama bisa diperoleh hanya dengan harga Rp. 150.000,- selain itu untuk produk celana Levi’s seri 501 yang asli berharga Rp. 200.000,- sedangkan di kaki lima untuk jenis yang sama bisa dibeli hanya dengan harga Rp. 45.000,-
Banyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual, selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya biasanya “Bandar” yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut.
Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin tampil trendi. Jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya tidak dapat ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam dunia perdagangan dewasa ini merek adalah merupakan salah satu wujud karya intelektual manusia yang mempunyai peranan yang sangat menentukan karena penggunaan atau pemakaian merek pada perusahaan, tetapi juga mngandung aspek hukum yang luas baik bagi pemilik atau pemegang hak atas merek maupun bagi masyarakat sebagai konsumen yang memakai atau memanfaatkan barang atau jasa dari merek tertentu.
Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan bran imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab merek (branding) menjadi semacam “penjual awal” bagi suatu produk kepada konsumen. Dalam era persaingan sekarang ini memang tidak dapat lagi dibatas masuknya produk-produk dari luar negeri ke Indonesia karena fenomena tersebut sebetulnya sudah jauh diprediksi oleh Kanichi Ohmae yang menyatakan “bahwa pada masa mendatang dunia tidak lagi bisa dibatasi oleh apapun juga” dan prediksi tersebut saat ini sudah nampak kebenarannya. Merek sebagai aset perusahaan akan dapat menghasilkan keuntungan besar bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik. Dengan semakin pentingnya peranan merek maka terhadap merek perlu diletakan perlindungan hukum yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak hak perseorangan ataupun badan hukum.
Dengan berkembangnya dunia perdagangan yang pesat dan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara, tentunya akan memberikan dampak dibidang perdagangan terutama karena adanya kemajuan di bidang teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi yang mana sebagai bidang tersebut merupakan faktor yang memicu globalisasi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).
Dalam kenyataan merek terkenal biasanya didahului oleh reputasi dan good will yang melekat pada keterkenalan tersebut. Merek yang mempunyai “good will” yang tinggi akan mampu memberikan keuntungan yang luar biasa bagi perusahaan, meskipun sebetulnya merek adalah sesuatu yang tidak dapat diraba (intangible). Sebuah merek akan menjelma menjadi aset capital semata-mata hanya berdasarkan pada good will, oleh karena itu menurut Lendsford menyebutkan bahwa perusahaan yang telah memiliki reputasi merek yang tinggi (higher reputation) akan memilik aset kekayaan yang luar biasa hanya berdasarkan pada good will dari merek tersebut.
Produk atau jasa yang bermerek saling lebih dahulu diiklankan dan dijual, walaupun produk atau jasa tersebut secara fisik belum tersedia di pasaran Negara tertentu. Media penyebaran dan periklanan modern menjadi semakin tidak di batasi oleh batas-batas nasional mengingat canggihnya komunikasi teknologi dan frekuensi orang bepergian atau mengadakan perjalanan melintas dunia. pemilik produk atau jasa yang bermerek banyak memanfatkan berbagai event-event yang banyak di tonton orang untuk memasarkan merek mereka sehingga orang yang melihat merasa tertarik untuk membeli produk atau meggunakan jasa dari suatu merek yang diiklankan tersebut.
Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benar-benar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa Law Enforcement yang lemah. Memang tidak dapat selamanya dijadikan alasan tetapi yang perlu diperhatikan adalah mengapa hal itu bisa terjadi ?. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inofatif.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utama adalah untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku “profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka.
Pengusaha yang melihat hal itu sebagai salah satu peluang bisnis maka akan berusaha memperoleh keuntungan melalui jalan pintas yang tidak layak dengan cara membuat atau memasarkan barang atau produk dengan memalsukan atau meniru merek-merek terkenal dan bagi konsumen adalah suatu gengsi tersendiri bila menggunakan merek terkenal tersebut.
Faktor gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga menggunakan merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded) juga sangat mempengaruhi dan sekaligus menguntungkan pemalsuan merek, karena mendapatkan kesempatan untuk memuaskan hasrat mesyarakat melalui merek-merek asli tapi palsu (aspal) atau merek yang mirip dengan merek terkenal, dengan menghasilkan produk yang kerapkali sengaja disesuaikan dengan kemampuan kantong kosong konsumen yang ingin mengenakan merek terkenal tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya sehingga mereka membeli merek-merek asli tapi palsu asalkan tetap bisa gengsi.
Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik.
Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup baru (life style).
Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur.
Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain, secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan perekonomian internasional.
Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum.
Pada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961. Undang-Undang tersebut disusun secara sederhana hanya berjumlah 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek. Selain itu, asal undang-undang merek tersebut sama dengan undang-undang merek sebelumnya yang ditetapkan oleh Belanda, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian dan politik pada saat itu yang masih memprihatinkan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dan industri serta sejalan dengan terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada saat itu maka sangketa-sangketa merek mulai muncul.
Dengan pesatnya perkembangan dunia perdagangan banyak sengketa-sengketa merek pada saat itu terutama antara pemilik merek terkenal dengan pengusaha lokal, hal tersebut disebabkan karena :
1. Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan usahanya.
2. Pemilik merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.
Banyaknya sengketa merek sampai pada dekade 80-an, maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang “Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain”. Dengan adanya ketentuan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01 untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.
Selama masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai pengganti UU No.21 tahun 1961.
Sebagai Negara penandatangan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (General Agrement On Tarif and Trade) dalam putaran Uruguay (Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agrement Establishing The World Trade Orgnization). Sejalan dengan itu maka pemerintah membuat kebijakan baru dengan melakukan perubahan dan penyempurnaan UU No. 19 Tahun 1992 dengan UU No. 14 Tahun 1997 dan diubah dan disempurnakan lagi dengan undang undang No. 15 Tahun 2001. Tujuan dari penyempurnaan tersebut tidak lain adalah mengakomodasikan ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi komitmen internasional mengenal Hak atas Kekayaan Intelektual.
Perubahan atau penyempuarnaan itu pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris (Paris Convention For The Protection Of Industriale Property) pada tahun 1883, selain itu juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan TRIPs (Trade Releated Aspects Of Intelectual Property Right Including Trade In Counterfeit Goods) atau aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas kekayaan Intelektual.
Dalam Undang-undang merek No.15 Tahun 2001 ada perubahan sistem yaitu dari sistem deklaratif (First to use system), menjadi sistem konstitutif (Fist to file frinciple). Selain itu dalam undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan terhadap merek-merek terkenal. Meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan, tetapi dalam kenyataannya masih banyak juga pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan beritikad tidak baik menggunakan merek terkenal milik orang lain yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. Dalam hal tersebut maka pihak yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah konsumen, oleh karena itu untuk lebih memberikan perlindungan kepada konsumen telah di undangkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang tentu saja tujuannya untuk kesejahteraan rakyat (konsumen) dan untuk menjamin iklim perdagangan yang jujur dan fair maka telah pula diundangkan UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi dalam undang-undang tersebut masalah perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual seperti Merek dikecualikan, karena merek adalah hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemegangnya.

Senin, 16 Mei 2011

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Di
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA :Putra Satry
NIM : 0431110078






FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2009


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1
Bab II Pembahasan............................................................................................ 2
a) Pengertian HAKI................................................................................... 2
b) Sejarah HAKI........................................................................................ 2
c) Jenis-Jenis HAKI.................................................................................. 4
Bab III Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya digunakan untuk melindungi dan mempertahankan kekayaan intelektual tersebut. Pada akhirnya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hokum atas kekayaan intelektual tadi, termasuk pengakuan hak atas karya tersebut. Sesuai dengan hakikatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang bersifat intangible(tidak berwujud). Jika dilihat dari latar belakang sejarah mengenai HaKI terlihat bahwa di Negara-negara barat penghargaan atas hasil pikiran individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam undang-undang. HaKI di Negara-negara barat bukan hanya sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang, akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha dimana suatu penemuan dapat dikomersialkan sebagai kekayaan intelektual, ini memungkinkan pencipta tersebut dapat mengeksploitasi ciptaannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut dapat menyebabkan pencipta karya intelektual itu untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi yang lainnya. Sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbu kompetisi di dalamnya.
Di Indonesia penerapan HaKI baru dapat dilakukan akhir-akhir ini, ini dikarenakan sudah mulai banyaknya kasus-kasus yang melibatkan kekayaan intelektual didalamnya, oleh karena itu maka pada tahun 2002 disahkanlah undang-undang tentang HaKI, yang mengatur tata cara, pelaksanaan, dan penerapan HaKI di Indonesia. Dengan adanya UU HaKI,diharapkan dapat lebih mengatur tentang hak-hak seseorang terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HaKI.
BAB II
PEMBAHASAN

a) Pengertian HAKI
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karyadi bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis. Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) merupakan padanan bahasa Inggris intellectual property right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
b) Sejarah HaKI
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Gutternberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten pada tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari hak konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organization (WIPO).
WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai tambahan pada tahun 2001, World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antarNegara secara jujur dan adil, karena :
1. TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard.
2. Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tampa reservation.
3. TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
c) Jenis-Jenis HaKI
Kita semua tahu bahwa penghormatan tergadap HaKI (intellectual property) adalah sebuah hal yang jarang ditemukan di Indonesia. Tetapi apakah HaKI itu? Empat jenis utama dari HaKI adalah :
1. Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaanya dan salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu. Sebagai contoh, Microsoft membuat sebuah perangkat lunak Windows. Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah Microsoft sendiri. Kepemilikan hak cipta dapat diserahakan secara sepenuhnya atau sebagian ke pihak lain.
Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke public dengan mekanisme lisensi. Artinya Microsoft member hak kepada seseorang yang membeli Windows untuk menggunakan perangkat lunak tersebut. Orang tersebut tidak diperkenankan untuk membuat salina Windows untuk kemudian dijual kembali. Karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang tersebut berhak untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk keperluan sendiri, misalnya untuk keperluan backup.
Contoh lain yang dapat kita pelajari adalah, musisi pop pada umumnya menyerahkan seluruh kepemilikan dari ciptaannya kepada perusahan label dengan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya Peterpan membuat sebuah album, kemudian menyerahkan hak ciptanya secara penuh ke perusahaan label Sony BMG. Setelah itu yang memiliki hak cipta atasa album tersebut bukan lagi Peterpan, melainkan Sony BMG. Serah terima hak cipta tidak harus pembelian ataupun penjualan, sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan pada perangkat lunak opensource. GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan ciptaannya asalkan memodifikasi ciptaan tersebut, hal ini akan mendapatkan lisensi yang sama.
Kasus yang terjadi yang berhubungan dengan HaKI :
Kasus Pertama :
PT. A sebuah perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT. A tersebut berkaitan dengan research and depelopment (R&D)yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh produk-produk yang unggul. Salah satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang diterbitkan oleh PT.B. PT. B adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak/ menggandakan artikel-artikel dsalam science dan tecknology tersebut dan membuat dokumentasi berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A, dan PT. B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah melanggar hak cipta.
Pertanyaan :
Lakukan identifikasi dan analisis terhadap kasus diatas, untuk menjelaskan isu manakah dalam hak cipta yang merupakan isu utamakasus diatas yang dapat menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta.
Jawaban :
Identifikasi dalam kasus di atas adalah,
a. PT. A adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk pengembangan pendidikan.
b. PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan referensi ilmu pengetahuan.
c. PT. B adalah perusahaan asing yang di Indonesia hanya diwakili oleh agen penjualan khusus.
Isu utama dalam kasus di atas adalah,
Penggandaan/ perbanyakan artikel-artikel dalam science and technology yang diterbitkan PT. B oleh para peneliti PT. A untuk menghasilkan produk-produk unggul yang dalam melakukan penggandaan/ perbanyakan tersebut dengan dokumentasi pada topic-topik tertentu.
Analisa
Terhadap kasus diatas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran hak cipta adalah, dalam kasus diatas menurut saya ada kemungkinan kasus diatas terjadi pelanggaran hak cipta, tapi juga bisa dimungkinkan tidak ada pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini cukup rumit, dimana penggandaan atau memperbanyak hak cipta untuk kepentingan komersial yaitu menghasilkan produk-produk unggul oleh PT. A adalah pelanggaran hak cipta, tapi apabila penggandaan atau memperbanyak dilakukan untuk kepentingan penelitian demi berkembangnya keilmuan menurut peraturan perundang-undangan di benarkan dengan cara memberikan catatan/ dokumentasi dari mana sumbernya. Penggandaan atau memperbanyak artikel-artikel diatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan memberikan catatan sumbernya serta hal itu tidak merugikan pihak lain, maka tindakan dari para peneliti PT. A dapat dibenarkan oleh perundang-undangan. Hal ini bisa dilhat dalam pasal 15 huruf a UU. No 19 tahun 2002.
Tapi dari kedua pendapat tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak untuk melakukan interpretasi hukum demi kepentingannya sendiri. Pengacara dari Pihak PT A akan dengan mudah memberikan alasan hukum bahwa kliennya dalam posisi dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.Tapi pihak PT. B akan merasa dirugikan dengan apa yg dilakukan oleh PT. A, karena secara material sangat merugikan oleh apa yg dilakukan oleh PT. A. dan ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh PT. A untuk kepentingan produk-produk unggulan mereka yang ujung-ujungnya adalah kepentingan komersialisasi, kepentingan pendidikan yg berkedok kepentingan penelitian dan keilmuan. bisa dlihat dalam pasal 72 UU No.19 tahun 2002.
Kasus Kedua
PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya.
Pertanyaan :
a. Menurut Anda apakah terjadi pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas dan apa yang harus Anda perhatikan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas? Berikan analisis Anda.
b. Jelaskan apakah fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta dalam kasus di atas. Berikan analisis Anda.
Jawaban :
a. Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh PT. HI dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1. Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI.
3. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian.
4. Pelanggaran hak cipta berupa kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
b. Fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
1. Perlindungan hukum hak cipta dengan secara otomatis saat ekspresi terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai sarana pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
3. Pembuktian oleh pengadilan bisa dilakukan dengan proses cetak dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.
Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain. Sebuah karya adalah public domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta memiliki waktu kadaluarsa. Sebuah karya yang memiliki hak cipta akan memasuki public domain setelah jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, lagu-lagu klasik sebagian besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak cipta. Lingkup sebuah hak cipta adalah Negara-negara yang menjadi anggota WIPO. Sebuah karya yang diciptakan disebuah Negara anggota WIPO secara otomatis berlaku dinegara-negara anggota WIPO lainnya. Anggota non WIPO tidak mengakui hak cipta. Sebagai contoh, di Iran, perangkat lunak windows legal untuk didistribusikan ulang oleh siapapun.
2. Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang yang lain berhak membuat karya lain yang memilki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan. Contoh dari paten misalnya adalah algoritma pagerank yang dipatenkan oleh google. Pagerank dipatenkan pada kantor paten Amerika Serikat. Artinya pihak lain di Amerika Serikat tidak dapat membuat sebuah karya berdasarkan algoritma pagerank, kecuali jika ada perjanjian dengan Google.
Sebuah ide yang dipatenkan haruslah ide yang orisinil dan belum pernah ad aide yang sam sebelumnya. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan ide tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan. Sama seperti hak cipta, kepemilikan hak cipta dapat ditransfer ke pihak lain, baik sepenuhnya maupun sebagian. Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya “Saya izinkan anda menggunakan paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda”. Akibatnya hukum paten pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang cenderung tidak memiliki paten.
Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini. Misalnya Eolas yang mematenkan treknologi plug-in pada web browser. Untuk kasus ini, Microsoft tidak dapat ‘menyerang’ balik Eolas, karena Eolas sama sekali tidak membutuhkan paten yang dimiliki oleh Microsoft. Eolas bahkan sama sekali tidak memiliki produk atau layanan, satu-satunya hal yang dimiliki Eolas hanyalah paten tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri perangkat lunak. Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan patennya di negara l;ain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
3. Merek Dagang (Trademark)
Merek dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengiditifikasi sebuah produk atau layanan.Merek dagang meliputi nama produk dan layanan,beserta logo,symbol,gambaran yang menyertai produk dan layan produk tersebut.Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chiken.Yang disebut merk dagang adalah urutan-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya(misalnya “KFC”),dan logo dari produk tersebut.Jika ada produk lain yang sama atau mirip misalnya “Ayam Goreng Kentucky”,maka itu adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagan.Berbeda dengan Haki lainnya,merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain selain pemilik merk dagang tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan untuk merefrensikan layanan tersebut,selama merk dagang tersebut digunakan untuk merefrensikan layanan atau produk yang bersangkutan.
Sebagai contoh,sebuah artikel yang membahas KFC dapat saja menyebutkan “Kentucky Fried Chiken” di artikelnya,selama perkataan itu menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.Merk dagang diberlakukan setlah pertama kali penngunaan merk dagang tersebut atau setelah registrasi.Merk dagang berlaku pada Negara tempat pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan.Tetapi ada beberapa perjanjaian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di Negara lain.Misalnya adalah system Madrid.Sama seperti HAKI lainnya,merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain,sebagai atau seluruhnya.Contoh yang Umum adalah mekanisme frenchise,salah satu kesepakatan adalah pengguanaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebi dahulu sukses.
4. Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis haki lainnya, rahasia dagang tidak dapat dipublikasikan ke public. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi itu tidak “dibocorkan” oleh pemilik rahasia dagang. Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman caca cola, untuk beberapa tahun, hanya coca cola yang memiliki resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak mendapatkan resep tersebut, misalnya dengan membayar pegawai coca cola. Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh competitor coca cola dengan menganalisis kandungan dari minuman coca cola.
Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip dengan coca cola, misal pepsi, RC cola, atau Diet coke. Contoh lain adalah kode sumber (source code) dari Microsoft. Microsoft memiliki banyak competitor yang coba meniru windows. Dan terdapat suatu proyek wine yang bertujuan menjalankan aplikasi windows di linux. Pada suatu saat, kode sumber windows tersebar di internet dengan tanpa sengaja. Karena kode sumber windows adalah rahasia dagang, maka proyek wine tidak diperkenan melihat atau mempergunakan kode sumber yang telah bocor tersebut. Sebagai catatan kode sumber windows merupakan rahasi dagang, karena Microsoft tidak mempublikasikan kode sumber tersebut. Pada kasus lain, produsen prangkat lunak memilih untuk mempublikasikan kode sumbernya (misalnya pada perangkat lunak OpenSource). Pada kasus ini, kode sumber termasuk dalam hak cipta, bukan rahasia dagang.
Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual :
a. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas
Artinya setelah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
b. Bersifat ekslusif dan mutlak
Maksudnya bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun menggunakannya.













BAB III
KESIMPULAN
Kekayaan intelektual adalah kekeyaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi,ilmu pengetahuan,seni,dan sastra.Kata“intelektual” tecermin bahwa obyek kekeyaan intelektual tesebut adalah kecerdasan daya pikir,atau produk pemikiran manusia(the creations of the human mind) (WIPO,1983:3).Secara substantive pengertian Haki dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekeyaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.Tumbuhnya konsepsi kekeyaan atau karya-karya intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau mempertahankan kekeyaan intelektual.Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak terwujud.Banyak jenis-jenis Haki diantaranya,yaitu hak cipta(copyright),paten(patent),merk dagang(tredmark),dan rahasia dagang(tred secret).












DAFTAR PUSTAKA

1. Mubiar Purwasasmita : “Modul kuliah KU-120 Konsep Teknologi”
2. http://ilmukomputer.com
3. http://www.detik.com/gudangdata/uuhakcipta/bab1.shtml
4. http://Republika.com
5. http://www.infoshop.org/aip.html
6. http://internettools.com
7. http://budi.insan.co.id/presentations/perlukah-haki.ppt
8. dirgen@dgip.go.id
9. http://buletinlitbang@dephan.go.id
10. http://www.lkht.net/artikel

Senin, 24 Januari 2011

LAPORAN MAGANG NOTARIS

KATA PENGANTAR
Bismillahirramanirrahim
Assalamualaikum wr.wb
Syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan kekuatan dari-Nya, penulis dapat mneyelesaikan laporan magang ini. Shalawat beriring salam tak lupa pula penulis haturkan kepada “lentera alam”, Nabi sekaligus Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau yang setia.
Salah satu syarat untuk lulusnya mata kuliah Etika Profesi di Fakultas Hukum Unsyiah adalah mengikuti praktek kerja lapangan (magang) di instansi-instansi yang menyelenggarakan dan melaksanakan etika profesi hukum, baik itu instansi pemerintah maupun swasta seperti Pengadilan Negeri, Mahkamah Syar’iyah, Advokat, Notaris, dan sebagainya. Dalam kesempatan ini, penulis melaksanakan magang di kantor NOTARIS JULIANI MUKHTAR, S.H.,MKn di Aceh.Besar. Banyak hal penulis pelajari selama proses magang berlangsung, salah satunya adalah cara pembuatan surat kuasa. Berdasarkan hasil proses pengamatan selama magang inilah, penulis memberanikan diri membuat laporan ini dengan tema “AKTA NOTARIS” Cara Pembuatan Surat Kuasa. Penulis mengharap masukan dan kritikan dari pembaca terutama Dosen Pembimbing agar laporan ini mendekati kesempurnaan, sehingga layak dan patut untuk dibaca.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Orang Ayah (Satry.Spd),Ibu ( Yuliana AW) dan keluarga besar penulis yang walaupun dalam kehidupan ekonomi yang sagat sulit masih dengan kasih sayang dan penuh kepedulian pada perkembangan studi penulis,
2. Dosen pembimbing penulis, MUKHLIS.SH.M.Hum yang penuh dengan semangat dan bijak dalam membimbing mahasiswa-mahasiswanya, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT, Amin,
3. Notaris JULIANI MUKHTAR SH,MKn. yang telah menerima penulis magang dikantor beliau dan dengan iklas membantu penulis dalam kelancaran proses belajar mengajar, terutama menyangkut mata kuliah etika profesi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan yang sederhana ini berguna bagi pembaca, Amin ya Rabbal’alamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb


Banda Aceh, 05 Mai 2010
Hormat Penulis,

Putra Satry







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………… 1
B. Maksud dan Tujuan ………………………………………………. 1
C. Absensi Magang………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN…………………………………. 3
Tinjauan Umum Tentang Tugas Notaris…………………………………. 3
Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan Jabatan Notaris………………... 4
BAB III PELAKSANAAN ETIKA PROFESI KENOTARIATAN
PADA KANTOR NOTARIS JULIANI MUKHTAR, S.H., MKn
1. Pengertia Akta Notaris………………………………………. 8
Bentuk dan Sifat Akta……………………………………….. 8
2. Pelaksanaan Praktek Kerja Notaris…………………………… 9
3. Tata Cara Pembuatan suatu Akta…………………………….. 11
4. Etika Notaris Dalam Memberi Pelayanan Jasa
Kepada Klien dan Hal-hal yang Menguntungkan/ Merugikan
Dari Akta Notaris Bagi Para Pihak…………………………… 16
BAB IV PENUTUP……………………………………………………… 19
A. Kesimpulan…………………………………………………… 19
B. Saran………………………………………………………….. 19
LAMPIRAN




BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Mata kuliah ini Etika Profesi mempelajari tentang beberapa etika profesi yang berkaitan dengan hukum.diantaranya adalah etika Hakim, etika Pengacara, etika Kepolisian, etika Notaris, etika Jaksa untuk meneliti apakah etika profesi hukum telah dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi hukum maka didalam mata kuliah ini diharuskan mengikuti magang ditempat-tempat profesi hukum. Salah satu kegiatan magang tersebut dilakukan dikantor notaris yang merupakan pejabat publik atau pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta authentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta authentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta authentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan. Didalam proses magang dikantor Notaris mahasiswa diharapkan untuk dapat melihat bagaimana etika Notaris sebagai pejabat umum untuk melayani klien yang membutuhkan bantuan hukum pembuatan akta-akta tertentu.
B. MAKSUD DAN TUJUAN MAGANG
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
1. Untuk melaporkan kegiatan-kegiatan selama mengikuti magang dikantor notaris
2. Untuk mengetahui tugas notaris yang diatur didalam peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi notaris.
3. Untuk mengetahui praktek hukum kenotariatan di lapangan
4. Untuk mengetahui prosedur pembuatan akta-akta yang dibuat Notaris, seperti membuat akta risalah lelang, pembuatan surat kuasa, pembuatan akta pendirian Yayasan, dan lain sebagainya. dimana dalam pembahasan laporan Etika Profesi pada kesempatan kali ini, penulis mencoba mengkhususkan pada cara pembuatan akta surat kuasa.

C. ABSENSI MAGANG
Terlampir.




BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TINJAUAN UMUM TENTANG TUGAS NOTARIS
Menurut pasal 1 sub 1 disebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang NO 30 TAHUN 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban,-dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta autentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta autentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.

KEWENANGAN, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN JABATAN NOTARIS
Pasal 15 Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris mengatur tentang wewenang notaris sebagai pejabat umum didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. selain itu Notaris berwenang pula:
1. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking)
2. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
4. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. membuat akta risalah lelang.
Didalam pasal Pasal 16 Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur tentang kewajiban Notaris sebagai berikut :
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. menerima magang calon Notaris.
Didalam Pasal 17 Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur tentang larangan notaris sebagai berikut :
Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.













BAB III
PELAKSANAAN ETIKA PROFESI KENOTARIATAN
PADA KANTOR NOTARIS JULIANI MUKHTAR SH.MK.n,

Dalam laporan magang ini penulis melaporkan berbagai hal tentang kenotariatan yang penulis amati selama proses magang dikantor NOTARIS JULIANI MUKHTAR.SH,MKn dalam hal ini penulis mengambil suatu contoh proses tentang pembuatan surat kuasa yaitu, sebagai berikut :
1. PENGERTIAN AKTA NOTARIS.
Menurut ketentuan pasal 1 butir 7 ketentuan Undang- Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang, dalam hal ini adalah ketentuan dalam undang-undang jabatan notaris ini.
Bentuk dan Sifat Akta
(1) Setiap akta Notaris terdiri atas:
a. awal akta atau kepala akta;
b. badan akta; dan
c. akhir atau penutup akta.
(2) Awal akta atau kepala akta memuat:
a. judul akta;
b. nomor akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4) Akhir atau penutup akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
2. PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA NOTARIS.
Dalam menjalankan tugas jabatannya seorang Notaris terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur, baik ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maupun yang diatur didalam Kode Etik Profesi Notaris yang diatur dalam organisasi Notaris. Dalam pembuatan Akta pendirian C.V. Notaris mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
1. Ketentuan Para Pihak Menghadap Notaris;
Para pihak harus menghadap merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dijalankan oleh para pihak yang berkepentingan tersebut. Hal ini dikarenakan menghadapnya para pihak tersebut merupakan bukti adanya suatu kesepakatan atau kesamaan niat dari para pihak itu untuk melakukan suatu perjanjian, dan hal ini merupakan salah satu syarat berlaku untuk sah nya suatu perjanjian (pasal 1320 KUHPerdata).

2. Ketentuan Terpenuhinya Surat-Surat dalam Pembuatan Akta;
Apabila ada pihak yang ingin mengajukan permohonan pembuatan suatu akta kepada Notaris, maka para pihak harus melampirkan terlebih dahulu surat- surat yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat.


3. Ketentuan mengenai Bahasa yang digunakan dalam Akta;
Pada dasarnya bahasa yang dipergunakan dalam suatu akta adalah bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang No. 30 Tahun 2004 yaitu didalam Pasal 43 ayat (1). Namun, apabila para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut menginginkan untuk menggunakan bahasa lain, maka akta dapat juga dibuat dalam bahasa yang mereka inginkan. Namun didalam proses pendirian C.V sebagai mana yang dimaksenggunakan bahasa Indonesia karena penghadapnya merupakan warga negara Indonesia.

4. Ketentuan mengenai adanya 2 (dua) orang saksi;
Kehadiran saksi dalam suatu perjanjian adalah menjadi alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang diakui oleh undang-undang apabila nantinya terjadi perselisihan antara para pihak tersebut.
Saksi yang dihadirkan dalam suatu perjanjian haruslah berjumlah 2 orang karena kehadiran 1 orang saksi adalah tidak mempunyai kekuatan pembuktian ( unus testis nullus testis).


3. TATA CARA PEMBUATAN SUATU AKTA.
Didalam suatu Akta, yang harus dimuat antara lain :
1. Judul Akta/ Kepala Akta;
Contoh:

SURAT KUASA
Nomor : 08/…./…../2010
Contoh : Pada hari ini, Pukul Waktu Indonesia Bahagian Barat, (10.00 WIB), tanggal Bulan Tahun. Berhadapan dengan saya, JULIANI MUKHTAR SH, MKn, Sarjana Hukum,Magister Kenoktariatan, Notaris di Aceh Besar dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya notaris kenal dan akan disebut pada akhir akta ini ;
Tuan D ………,…….(pek/jab)………………., bertempat tinggal di……………………, Jalan………………. Nomor…………,Pemegang Kartu Tanda Penduduk No..........Untuk Sementara Berada di Aceh Besar.---------------------------------------------
2. Premisse, terdiri dari :
Contoh :
Bahwa penghadap tersebut dengan ini Menurut Keterangannya dalam hal ini bertindak dalam Jabatannya selaku ------ dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama Perseroan Komanditer ”CV. FULAN” berkedudukan di Kabupaten Aceh Besar,- didirikan berdasarkan Akta tertanggal 8 (delapan) Maret 2004 (dua ribu empat) Nomor 37, dibuat dihadapan M.FULAN, Sarjana Hukum, waktu itu Notaris di Aceh Besar. Penghadap bertindak seperti tersebut diatas dengan ini menerangkan memberikan kuasa kepada : -
Tuan…….
Nama,Tempat Tanggal Lahir,Kewarganegaraan,Pekerjaan, Jabatan, Kedudukan, Tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili

3. Isi Akta;
Merupakan bagian pasal-pasal atau point-point yang memuat pemberian kuasa dengan berbagai hak atau keistimewaan tertentu berdasarkan otoritas penghadap.
Contoh :
----------------------------------K H U S U S---------------------------------------
Bertindak untuk dan atas nama dan oleh karena itu mewakili PEMBERI KUASA dalam Jabatannya seperti tersebut demikian untuk dan atas nama Perseroan Komanditer ” CV. FULAN” tersebut didalam segala hal dan segala urusan yang bersangkut paut dengan untuk mengurus, dan melaksanakan, sampai selesai :-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan Pembangunan Musalla SMAN 1 Salang---- Simeulue, Paket 267 Tahun Anggaran 2008 dari--- DinasDarussalam.------------------------------------
Untuk menjalankannya maka yang diberi kuasa------------------------------------------
berhak untuk : -------------------------------Menandatangani kontrak.-------------------
Mengadakan hubungan-hubungan langsung atau dengan surat menyurat------------ dengan pejabat--pejabat dalam lingkungan atau yang bersangkut paut dengan------ Proyek tersebut.-------------------------------------------------------------------------------
Menerima segala surat/Dokumen serta membalas/menjawabnya.---------------------
Apabila pekerjaan/proyek tersebut telah dilaksanakan sebagaimana mestinya,------ yang diberi kuasa berhak mengajukan penagihan-penagihan kepada dan------------- menerima pembayaran-dari pemimpin/bendahara proyek serta memberikan-------- tanda penerimaannya atas hasil pelaksanaan pekerjaan/proyek tersebut, baik itu---- melalui kantor perbendaharaan Negara atau Bank atau sarana-sarana resmi---------
lainnya.-----------------------------------------------------------------------------------------
Melakukan pembayaran terhadap segala kewajiban dengan meminta tanda bukti---pembayarannya-------------------------------------------------------------------------------.
Untuk keperluan-keperluan tersebut PENERIMA KUASA selanjutnya dikuasakan pula ---------------------------------------------------------------------------------------------
untuk menghadap dimana perlu, memberikan keterangan-keterangan, membuat----atau suruh membuat serta menanda tangani segala surat-surat, formulir-formulir--- dan selanjutnya mengerjakan segala sesuatu yang dianggap baik dan berguna------ untuk menyelesaikan hal-hal yang dikuasakan dalam akta ini.-------------------------
Khusus untuk mengambil kredit atas pekerjaan tersebut diatas pada Bank harus---- terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Perseroan, persetujuan mana -dibuat terpisah dari Surat Kuasa ini.--------------------------------------------------------
Penerima kuasa berhak untuk membuka rekening khusus pada salah satu bank yang ditentukan sendiri oleh penerima kuasa, dan dengan ketentuan bahwa --------pembukaan rekening dan segala biaya yang dibutuhkan untuk itu adalah menjadi-- tanggung jawab dan pembayaran dari penerima kuasa sendiri.-------------------------
Kuasa ini diberikan dengan ketentuan bahwa: -------------------------------------------

a.-tidak dapat dipindahkan baik sebahagian maupun seluruhnya kepada pihak--- lain tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari pemberi kuasa--------.
b.-Dengan tidak mengurangi hak pihak yang berwenang, maka segala keuntungan yang diperoleh dan sebaliknya segala kerugian yang diderita atas pelaksanaan----- pekerjaan/proyek tersebut akan menjadi hak dan tanggungan PENERIMA---------- KUASA sepenuhnya.-------------------------------------------------------------------------
c.-Segala permasalahan yang menyangkut dengan pelaksanaan proyek tersebut ----baik dari segi hukum perdata maupun hukum pidana menjadi tanggungjawab----- penerima kuasa sepenuhnya dan membebaskan pemberi kuasa dari segala tuntutan hukum.------------------------------------------------------------------------------------------
Segala pajak-pajak yang menyangkut dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut------ menjadi tanggung jawab penerima kuasa.-------------------------------------------------
d.-Segala pelanggaran terhadap undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang ---- berlaku atau menyalahgunakan atau penyimpangan pelaksanaan kuasa ini---------- sepenuhnya menjadi tanggungan dari PENERIMA KUASA sendiri dan dengan--- sendirinya kuasa ini menjadi batal;---------------------------------------------------------
e.-Terhadap kuasa pelaksanaan pekerjaan/proyek tersebut PENERIMA KUASA harus menjaga nama baik PEMBERI KUASA dan Perseroan Komanditer------- ”CV.FULAN” tersebut.---------------------------------------------------------------------
f.-Kuasa ini diberikan semata-mata hanya untuk mengurus dan melaksanakan------ pekerjaan tersebut diatas, dengan demikian setelah pekerjaan tersebut selesai yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan dan PENERIMA---------- KUASA sudah melaksanakan segala kewajibannya dan sudah menerima segala--- pembayaran atas pelaksanaan proyek tersebut, maka kuasa ini dengan sendirinya-- berakhir dan tidak berlaku lagi-------------------------------------------------------------.

Selanjutnya turut hadir pula dihadapan saya, Notaris dengan dihadiri oleh saksi----saksi yang sama, yang telah saya, Notaris kenal dan akan disebut pada bagian -----akhir akta ini tersebut------------------------------------------------------------------------.
Para Penghadap telah saya, Notaris kenal.------------------------------------------------
Penghadap yang terakhir menerangkan dengan ini telah menerima dan menyetujui pemberian kuasa ini.--------------------------------------------------------------------------
Pada akhirnya para penghadap menerangkan tentang pemberian kuasa ini dan----- segala akibatnya memilih tempat tinggal yang sah tidak berubah dikepaniteraan--- Pengadilan Negeri Banda-------- Aceh..---------------------------------------------------------------------------------------------------------------







4. Akhir Akta;
Contoh:
----------------------------------DEMIKIANLAH AKTA INI. ----------------------------
Dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di Aceh Besar, pada hari, tanggal,------ bulan dan tahun yang disebut pada awal akte ini dengan dihadiri Tuan A , lahir di Banda Aceh pada tanggal lima belas april tahun seribu sembilan ratus delapan---- puluh satu(15-04-1981), Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal diBanda ---------Aceh,Jalan Todak No 4, lamprit, Kota Banda Aceh, untuk sementara berada di---- aceh Besar, pemegang Kartu Tanda Penduduk -Nomor: 1106120607800001 dan- Nona B , lahir di Aceh Besar, pada tanggal dua januari seribu sembilan ratus tujuh puluh- enam (02-01-1976), Pegawai Notaris, bertempat tinggal diAceh Besar------ Jalan Rukun Damai Nomor 19, Desa montasik Kecamatan montasik pemegan----- Kartu Tanda Penduduk Nomor: 1171044603760003, keduanya sebagai saksi-------saksi.--------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah akta ini dibaca sendiri, diketahui, dan dipahami isinya oleh para------------- penghadap dan saksi, maka akta ini segera dibubuhi paraf pada setiap halaman ---- dan ditandatangani oleh para penghadap, saksi, dan saya, Notaris. Dilangsungkan- dengan memakai satu perubahan yaitu karena coretan tanpa gantian. Minuta akta -ini telah ditanda tangani sebagaimana mestinya. Dikeluarkan sebagai SALINAN--yang sama bunyinya.-------------------------------------------------------------------------
Notaris tersebut,


(JULIANI MUKHTAR, S.H.MKn)






4 ETIKA NOTARIS DALAM MEMBERI PELAYANAN JASA KEPADA KLIEN DAN HAL-HAL YANG MENGUNTUNGKAN / MERUGIKAN DARI AKTA NOTARIS BAGI PARA PIHAK.

A. Hal-hal yang menguntungkan dalam akta Surat Kuasa
1. Sebagai bukti autentik di pengadilan karena di buat didepan pejabat yang berwenang
2. Terjadinya penyerahan kuasa yang sah menurut hokum
3. Mempunyai kekuatan mengikat diantara pemberi dan penerima kuasa.

B. Hal-hal yang merugikan dalam akta pendirian CV.
Tidak ada hal-hal yang merugikan dalam akta pendirian Surat Kuasa ketentuan dalam akta tersebut dilaksanakan sebagaimana yang tertuang didalamnya.

C. Etika Notaris Dalam Menerima Dan Memberi Advis Kepada Klien

1 Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja sendiri jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Isi sumpah Jabatan Notaris.
Hal ini terlihat disuatu ketika pada saat saya magang pada Notaris tersebut menyaksikan dua orang yang datang dihadapan Notaris tersebut yang ingin membuat suatu perjanjian dan Notaris menjelaskan kepada para pihak yang melaksanakan perjanjian agar dalam melaksanakan perjanjian tidak ada suatu pasal pun yang bisa membuat salah satu pihak merasa di beratkan.

2 Pasal 3 ayat (8) Kode Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menggunakan satu kantornya yang telah ditetapkannya didalam undang - undang dan tidak mengadakan kantor cabang perwakilan dan tidak menggunakan perantara- perantara.
Dalam pasal ini dapat dilihat langsung di lapangan bahwa Notaris hanya menggunakan satu kantornya yaitu yang berkedudukan di jalan SUKARNO HATTA NO 12 ACEH BESAR

4. Pasal 4 ayat (3) Kode Etik Notaris
Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya tidak menggunakan mass media yang bersifat promosi.
Dalam hal ini noaris yang bersangkutan tidak pernah menggunakan mass media apapun yang bertujuan untuk mempromosikan jasanya.

5. Pasal 3 ayat (1) Kode Etik Notaris
Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya..
Notaris dalam melaksanakan jabatannya memberikan pelayanan kepada klien dengan baik hal ini sesuai dengan wewenang notaris dalam pasal 3 ayat (1) tentang etika kepribadian notaris dengan klien yang di putuskan dalam rapat pleno kongres notaris ke13.

6. Pasal 15 ayat (2) huruf e dalam UU Nomor 30 Tahun 2004
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan anggota masyarakat.
Dalam hal ini Notaris dalam melasanakan tugas jabatannya untuk mengesahkan suatu perjanjian memberikan penjelasan dan menjabarkan pasal demi pasal dari suatu perjanjian yang di buat agar para pihak mengerti akan isi dari perjanjian tersebut yang mengikat mereka.

7. Pasal 37 dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 dan Pasal 3 ayat (7) Kode Etik Notaris
Notaris dalam memberikan jasanya kepada masyarakat yang tidak mampu secara Cuma- Cuma (prodeo).
Dalam hal memberikan jasanya secara Cuma- Cuma seperti yang disebutkan pasal 37 tersebut pada saat saya melaksanakan magang pada Notaris tersebut tidak ada masyarakat yang kurang mampu yang datang untuk membuatkan suatu akta, sehingga unsur yang di maksud dalam pasal tersebut belum terpenuhi.

Selama saya melaksanakan magang dikantor tersebut ( Notaris JULIANI MUKHTAR SH.MKn) saya menilai Notaris tersebut telah melaksanakan tanggung jawabnya dan wewenang nya diwilayah hukum Aceh Besar dengan baik dan tidak bertentangan dengan undang-undang nomor 30 Tahun 2004 dan tidak melanggar dari pada Kode Etik Notaris dan ini menjadi indikator bahwa Notaris tersebut telah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya terikat pada undang-undang jabatan notaris dan etika profesi notaris. Oleh karena itu, dalam menjalankan setiap tugasnya, seorang Notaris harus selalu berpedoman pada ketentuan- ketentuan tersebut. Etika Profesi seorang Notaris tersebut salah satunya dapat dilihat dalam perilaku Notaris dalam melayani kliennya, antara lain :
a. Notaris bersedia memberikan penyuluhan hukum dan nasehat kepada klien agar mereka mengetahui hak dan kewajibannya;
b. Notaris memberikan pelayanan kepada klien yang memerlukan jasanya dengan sangat baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika jabatan notaris;
c. Notaris bersikap jujur dan bertindak selalu dengan penuh tanggung jawab dan tidak berpihak;

B. SARAN
Dari hasil analisa magang maka yang dapat penulis saran kan adalah sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah adalah menyebarluaskan Kode Etika Jabatan Notaris kepada masyarakat umum karena masyarakat adalah orang yang memerlukan pelayanan jasa Notaris secara langsung, oleh sebab itu dengan disebarluaskannya kode etik kepada umum klien dapat mengetahui hak dan kewajibanya sebagai seseorang yang memerlukan jasa hukum Notaris.


2. Majelis pengawas notaris harus lah mengawasi notaris secara aktif dan berkesinambungan. Agar notaris dalam mejalankan jabatannya selalu memegang teguh peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jabatan Notaris yang berlaku.

Jumat, 21 Januari 2011

STUDI KASUS HTN


Putra satri

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Nomor. 102/PUU-VII/2009
TENTANG HAK PILIH WARGA NEGARA
YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM
DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT)

Pemohon:
1.      Refly Harun, segagai Pemohon I
2.      Maheswara Prabandono, sebagai Pemohon II

Duduk Perkara:
1.      Bahwa Pemohon I (Refly Harun) dan Pemohon II (Maheswara Prabandono) adalah perorangan warga negara yang telah berusia 17 tahun dan sudah kawin. Berdasarkan ketentuan UU 42/2008, kedua pemohon memiliki hak memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden (vide Pasal 27 ayat (1) UU 42/2008).
2.      Bahwa pada Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tanggal 9 April 2009 para Pemohon tidak dapat memilih karena tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.”
3.      Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan serupa yang terkandung dalam Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1). Pasal 28 berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” Pasal 111 ayat (1) berbunyi, “Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.”
4.      Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008, hak konstitusional para Pemohon yaitu hak memilih (the right to vote), berpotensi untuk dirugikan. Para Pemohon terancam tidak dapat memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tanggal 8 Juli 2009 bila tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dengan demikian, Para Pemohon memiliki kepentingan terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, terutama pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1).

Pokok Perkara:
1.      Bahwa pada tanggal 14 November 2008 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya UU 42/2008);
2.      Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan mengenai hak memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Dengan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa sepanjang sudah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin pada hari pemungutan suara, seorang warga negara memiliki hak memilih.
3.      Bahwa UU 42/2008 memuat pula ketentuan Pasal 28 yang berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” UU Pilpres juga memuat ketentuan Pasal 111 ayat (1) yang berbunyi, ”Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.”
4.      Dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 dapat disimpulkan pula bahwa berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin tidaklah cukup untuk dapat memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Seorang warga negara juga harus terdaftar sebagai pemilih. Seorang warga negara yang tidak tercantum dalam daftar pemilih akan kehilangan hak memilihnya. Masalahnya, kewajiban untuk mendaftar warga negara yang telah memiliki hak memilih tersebut berada pada penyelenggara Pemilu sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih.” Degan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa penyelenggara Pemilu wajib mendaftar semua warga negara yang memiliki hak memilih (eligible voters). Perkara yang bersangkutan akan menggunakan hak memilihnya atau tidak pada hari pemungutan suara, hal tersebut semata-mata hak warga negara yang bersangkutan.
5.      Bahwa ketentuan Pasal 27 dan Pasal 111 ayat (1) yang menyebabkan seorang warga negara kehilangan hak memilihnya ketika tidak terdaftar sebagai pemilih atau tidak tercantum dalam DPT adalah sangat tidak adil. Di satu sisi, UU 42/2008 memberikan kewajiban untuk mendaftar semua warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah pernah kawin kepada penyelenggara Pemilu. Namun, di sisi lain, bila penyelenggara Pemilu lalai mendaftar seorang warga negara yang telah memiliki hak memilih, warga negara yang bersangkutan kehilangan hak memilihnya. Kesalahan atau kelalaian penyelenggara Pemilu ditimpakan akibatnya kepada warga negara.
6.      Bahwa dengan demikian telah jelaslah bahwa Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal, hak memilih adalah hak yang dijamin konstitusi sebagaimana disebutkan Mahkamah dalam putusan Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004. Putusan tersebut antara lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.”
7.      Bahwa hak asasi manusia adalah materi yang terdapat di dalam UUD 1945. Sebelum disahkannya Perubahan Kedua UUD 1945 yang memuat Pasal XA tentang Hak Asasi Manusia, UUD 1945 telah mengakui beberapa macam hak asasi manusia. Salah satunya adalah hak yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
8.      Pasal 27 ayat (1) adalah ketentuan yang tidak diubah ketika terjadi gelombang reformasi konstitusi pada kurun waktu 1999-2002. Bahkan, eksistensinya makin diperkuat dengan diadopsinya ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
9.      Hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Secara spesifik, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai hak memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”
10.  Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Pasal 25 ICCPR menyatakan, “Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.”
11.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) yang mengharuskan warga negara terdaftar sebagai pemilih atau tercantum dalam DPT untuk dapat memilih telah menghilangkan hak konstitusional warga negara untuk memilih dan karenanya bertentangan dengan UUD 1945, setidaknya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945.


Petitum :
1.      Menyatakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
2.      Menyatakan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau setidaktidaknya menyatakan bahwa Pasal 111 ayat (1) harus dibaca bahwa mereka yang tidak tercantum dalam DPT pun tetap dapat memilih sepanjang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin.

Amar Putusan :
1.       Menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara sebagai berikut:
·          Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri;
·         Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;
·         Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;
·         Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;
·         Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.
2.      Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya;
3.      Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Analisis Putusan
            Bahwa Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008, yang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945 dengan alasan-alasan yang pada pokoknya adalah dalam pelaksanaannya Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih sebagian warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945, yang juga secara spesifik dimuat dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik), Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2005, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558, yakni di dalam Pasal 25.